Jakarta, Gesuri.id - Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Muda Ganjar Pranowo & Mahfud MD, Jutan Manik menegaskan bahwa generasi Milenial dan Gen Z hari ini sudah sangat cerdas melihat fakta dan realita hukum serta keputusan politik di Indonesia.
“Di era teknologi saat ini, saya menilai bahwa milenial dan Gen Z adalah kelompok anak-anak muda yang up to date pada dunia informasi. Tidak hanya pada informasi seputar gaya hidup, tapi juga informasi terkait sosial, politik, dan hukum yang terjadi di level daerah hingga nasional,” dalam keterangannya, Senin (13/11).
Dengan keterbukaan informasi yang sangat pesat ini, saya meyakini bahwa anak-anak muda akan memiliki banyak referensi sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil sebuah keputusan atau langkah politik mereka dalam menentukan pemimpin di masa yang akan datang.
Sebagai contoh kasus dalam merespon berita terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambahkan klausul “atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota” sebagai syarat untuk mendaftar sebagai Capres dan Cawapres di Pilpres 2024.
“Ketika putusan itu dikeluarkan sabagian publik tentu ada yang mendukung karena dinilai putusan itu telah mengakomodir kepentingan anak muda yang belum memenuhi usia 40 tahun untuk ikut kontestasi pilpres di 2024,” pungkasnya.
Sebaliknya juga banyak milenial dan Gen Z mengomentari bahwa putusan itu dinilai lebih cenderung pada menguntungkan pihak tertentu dimana pada posisi tersebut yang menjadi Ketua MK adalah paman dari salah satu bacawapres yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk ikut berkompetisi di pilpres 2024. Sehingga banyak sekali dari anak-anak muda memplesetkan MK sebagai “Mahkamah Keluarga” di media sosial.
Ada sekitar beberapa hari setelah putusan di atas dikeluarkan tentu ada perbedaan pendapat di tengah-tengah masyarakat yang menurut saya adalah hal yang wajar untuk sebuah proses pendewasaan demokrasi di negara yang kita cintai ini. Setidaknya saya selalu mengingatkan kepada teman-teman saat berdiskusi untuk selalu menghormati putusan MK tersebut karena itu bersifat final dan mengikat.
Namun selang beberapa hari kemudian, MK juga merespon isu yang berkembang tersebut dan di dorong oleh beberapa tokoh di Indonesia yang menggunakan haknya untuk melakukan gugatan kepada MK agar memeriksa Ketua MK dalam mengeluarkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Kemudian Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengusut dugaan pengubahan Putusan Nomor 103/PUU-XX/2022 yang menguji secara materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK (UU MK). Pembentukan MKMK tersebut diumumkan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (30/1/2023) di Aula Gedung MK.
Berikutnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Alhasil, MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor.” Demikian dikatakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dengan didampingi Anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih, dalam Pengucapan Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK pada Selasa (7/11).
“Dengan segala prosesnya tentu sebagai anak muda saya akan selalu menghormati keputusan Mahkamah Kontitusi dan saya juga sangat meyakini bahwa kecerdasan milenial dan Gen Z hari ini sudah sangat mumpuni dalam menyikapi situasi sosial, politik dan fakta hukum yang sangat terbuka apalagi di era teknologi seperti yang sekarang ini. Kalau saya selalu mengatakan bahwa biarkan public yang menilai, dan public hari ini adalah di dominasi orang-orang yang peduli pada bangsa dan negara yang kita cintai ini,” jelasnya.
Di samping itu, saya juga percaya bahwa Milenial dan Gen Z hari ini adalah orang-orang yang tingkat toleransinya cenderung lebih inklusif terhadap perbendaan pendapat, keragaman budaya, gender, dan identitas. Hal ini menekankan bahwa kedua generasi tersebut sangat objektif dalam menilai suatu peristiwa dan mereka adalah orang-orang yang berani mengatakan benar apabila itu benar dan katakan salah apabila itu salah tanpa harus memandang faktor kesamaan suku, agama, ras dan juga aliran kepercayaan dalam menentukan langkah politik tiap-tiap individunya.
Dan yang terakhir kecerdasan itu saya lihat dari keberanian kaum milenial dan Gen Z hari ini untuk terlibat aktif dalam isu-isu sosial, lingkungan, hukum dan politik, serta aktif menyuarakan pendapat mereka di media sosial.
“Harapan saya sebagai anak muda tentu kematangan kita berdemokrasi hari ini akan menentukan kejayaan Indonesia di masa mendatang, apalagi dalam mencapai target Indonesia Emas di 2045. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menyertai setiap langkah perjuangan kita sebagai anak-anak bangsa untuk Indonesia yang berdaulat, adil, dan Makmur,” tutupnya.