Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Kris Dayanti (KD) mengingatkan pemerintah perlu memastikan makanan bergizi mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Terutama, lanjut KD, bagi warga berpenghasilan rendah.
Baca Pesta Rakyat Ganjar Pranowo di Padang 14 Oktober 2023, Begini Registrasi dan Aturannya
"Peningkatan program pemberian makanan tambahan atau subsidi makanan dapat membantu keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka. Upaya ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan sasaran yang tepat dan efektivitasnya," ucapnya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/10/2023).
KD menekankan pentingnya komitmen keberlanjutan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendata warganya yang masuk dalam kategori keluarga kurang mampu. Ia menilai, faktor ekonomi masih menjadi penyebab anak kekurangan gizi.
"Yang diperlukan komitmen dari Pemda itu bagaimana melakukan pendataan secara berkesinambungan sehingga dapat diketahui keluarga mana yang anak-anaknya berpotensi terganggu masalah gizi. Itu adalah langkah awal dalam menekan angka anak kurang gizi," sebutnya.
Ia menyebut masih banyak anak Indonesia yang ditemukan mengalami kendala kekurangan gizi, baik itu gizi buruk maupun permasalahan stunting.
"Gizi buruk pada anak adalah masalah serius yang mengancam generasi penerus bangsa. Meskipun ada perbaikan sejak beberapa tahun terakhir, upaya lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi masalah ini," kata KD
Pihaknya menemukan masih banyak anak-anak di berbagai daerah yang mengalami gizi buruk, bahkan sampai kondisinya cukup memprihatinkan. Salah satunya, disebut KD, kasus gizi buruk di Banyumas, Jawa Tengah.
Seorang bocah berusia 9 tahun bernama Aldila Dwi Alfian mengalami gizi buruk sehingga tubuhnya hanya tinggal tulang berbalut kulit. Bocah yang hidup di lingkungan keluarga miskin ini tidak memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan keluarganya pun tidak termasuk dalam Program Keluarga Harapan (PKH).
KD merasa prihatin atas kondisi Aldila Dwi Alfian. Dia menyinggung keluarga Aldila tidak masuk dalam daftar penerima bantuan.
"Pemerintah pusat sudah menyiapkan program yang sangat baik. Tapi sering kali urusan pendataan di daerah kurang maksimal sehingga yang seharusnya bisa mendapat bantuan, justru malah tidak terjangkau. Ini yang perlu diperbaiki," ujarnya.
KD juga merujuk pada data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta hingga Juli 2023, tercatat ada 39.793 balita yang memiliki permasalahan gizi. Kemudian menurut hasil riset Center for Indonesian Studies (CIPS), diketahui ada 21 juta masyarakat Indonesia atau setara 7 persen dari total populasi mengalami masalah kekurangan gizi yang cukup mengkhawatirkan.
Lebih lanjut dikatakan KD, baik gizi buruk maupun stunting, merupakan masalah serius yang memerlukan sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah. Menurutnya, penting dilakukan kampanye edukasi yang efektif, termasuk penyuluhan bagaimana pentingnya gizi seimbang, ASI eksklusif selama enam bulan pertama, dan pola makan sehat.
"Jika masyarakat sadar terhadap permasalahan gizi, orang tua akan lebih berupaya dan memberi perhatian khusus pada pemenuhan nutrisi anak-anak mereka," jelas KD.
Kedaulatan Pangan
Di sisi lain, KD menilai salah satu faktor masyarakat Indonesia kekurangan gizi adalah karena dipicu oleh restriksi alias pembatasan produksi yang diterapkan pada perdagangan pangan. Hal itu menyebabkan kerawanan pada status gizi dan asupan kalori.
Baca Ganjar Kembali Ingatkan Dampak El Nino
Oleh karenanya, KD mendorong pemerintah untuk memfokuskan pada kebijakan kedaulatan pangan. Seperti di antaranya dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati, peningkatan budidaya pertanian, dan konsistensi pelaksanaan perlindungan lahan-lahan pertanian produktif.
"Pemerintah perlu mengembangkan penelitian dan pengembangan bibit unggul di bidang pertanian, peternakan dan perikanan," terang KD.
"Untuk mencapai hal itu, Pemerintah juga perlu menggandeng perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya untuk menghadirkan suatu terobosan yang akan menjaga kedaulatan pangan kita," imbuh Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI tersebut.