Jakarta, Gesuri.id - Nelayan di berbagai daerah dinilai perlu mendapatkan tambahan perlindungan dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan agar mereka dapat lebih terjamin dalam menjalankan pekerjaannya untuk menghidupi keluarga.
"Perlindungan pada nelayan saat ini hanya lewat BPJS Ketenagakerjaan yang belum memenuhi kebutuhan nelayan," kata Anggota Komisi IX DPR RI, Marinus Gea di Jakarta, Senin (15/4).
Baca: RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh Siap Disahkan
Perlindungan itu, ujar dia, mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, yang diperkuat UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), di mana perlindungan diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan syarat terdaftar sebagai peserta berdasarkan UU No 24/2011 tentang BPJS.
Berdasarkan UU No 24/2011, negara melalui BPJS Ketenagakerjaan membantu iuran bagi nelayan yang masuk kategori pekerja bukan penerima upah (BPU). Bantuan itu menurut Marinus diberikan selama setahun pertama untuk kemudian iuran Rp16.800 per bulan dilanjutkan oleh nelayan.
Nelayan yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sebagai BPU akan menerima manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Sedangkan pekerja formal atau pekerja penerima upah (PPU) wajib terdaftar dalam empat program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu JKK, JKM, JHT (Jaminan Hari Tua) dan JP (Jaminan Pensiun).
Baca: Imam Serap Masukan Ketenagakerjaan dari Pekerja Informal
Marinus memahami, batasan jaminan terhadap nelayan oleh BPJS Ketenagakerjaan itu dirancang karena ada kemungkinan mereka beralih profesi, serta hanya melindungi mereka dari risiko saat bekerja saja.
Padahal, lanjutnya, nelayan bisa saja tak bisa bekerja karena sudah lanjut usia, sehingga JHT dan JP dinilai perlu diberikan bagi nelayan.