Semarang, Gesuri.id - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meresmikan Rumah Pembauran Kebangsaan Jawa Tengah, di Wisma Perdamaian, Jalan Imam Bonjol, Semarang, Selasa (16/5), yang disemarakkan oleh tarian likurai dan alunan musik Tihar.
Baca: Inilah Bacaleg Termuda PDI Perjuangan Boyolali, Mahasiswa & Pengusaha Usia 21 Tahun
Peresmian Rumah Pembauran Kebangsaan tersebut diinisiasi oleh Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Jawa Tengah.
Forum Pembauran Kebangsaan Jawa Tengah terdiri dari berbagai kelompok etnis yang ada di Indonesia. Di antaranya suku Jawa, Sunda, Dayak, Minang hingga Papua.
“Ini adalah peresmian sekaligus halal bihalal. Bisa dikatakan ini satu-satunya provinsi di Indonesia yang punya Rumah Pembauran,” kata Muhammad Adnan, Ketua FPK Jateng.
Ganjar mengatakan, Rumah Pembauran ini menjadi titik temu bagi perbedaan yang ada. Rumah Pembauran bisa menjadi ruang untuk bertukar pikiran, dan saling mempelajari perbedaan itu sebagai sebuah persatuan.
“Ini para pionir, para pelopor tokoh-tokoh dari banyak suku yang ada di Jawa Tengah. Ada Nias, ada Jawa, ada Maluku, ada NTT, tadi berkumpul dari Papua juga berkumpul. Mereka sepakat, bahwa perlu kiranya ada rumah pembauran ini agar ada meeting point untuk mereka bisa bertemu,” katanya.
Ganjar berharap kehadiran FPK bisa meningkatkan toleransi yang ada di Jawa Tengah yang sudah terbangun dengan baik selama ini.
Seperti diketahui, berdasarkan rilis SETARA Institute pada awal April lalu, 10 kota paling toleran di Indonesia, 4 di antaranya berada di Jawa Tengah. Keempat kota tersebut yakni Kota Salatiga, Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kota Magelang.
Selain itu, Provinsi Jawa Tengah belum lama ini juga menerima penghargaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI sebagai daerah yang berkomitmen menerapkan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Baca: 3 Kader Terbaik BAGUNA PDI Perjuangan Kota Palembang Siap Menangkan Pileg 2024
Predikat itu diperoleh karena Jateng berkomitmen mencegah paham ekstrem dan radikal melalui regulasi, bidang pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi. BNPT juga mencatat indeks intoleransi di Jateng yang cukup rendah dengan 6,8 persen dan masih di bawah indeks Nasional yang sebesar 12,6 persen.
“Apalagi sekarang sudah masuk tahun politik. Jangan lah nanti kita membawa isu-isu sara, maka kemudian rumah ini menjadi penting buat kita untuk mendinginkan situasi karena kita bersaudara, kita bangsa Indonesia, kita berbahasa Indonesia, kita bertanah air Indonesia dan kita bernegara Indonesia,” tandasnya.
Kurator: Syahrul