Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema (Ansy Lema) menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI, dan Kepala Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit, baru-baru ini.
Baca: HUT Megawati, DPRD Banteng Toraja Utara Tanam 10.000 Pohon
Ansy mengungkapkan, RDP dilakukan dengan agenda tunggal, yakni pembahasan mengenai penggunaan Dana Perkebunan untuk Peremajaan Kepala Sawit Rakyat (PSR). Adapun peremajaan Sawit Rakyat (PSR) adalah upaya pemerintah untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit rakyat dengan melakukan penggantian tanaman sawit yang sudah tua atau tidak produktif dengan tanaman baru sesuai dengan prinsip-prinsip GAP (Good Agricultural Practices).
"Korporasi untung, petani buntung di negeri sawit? Sejauh mana program PSR ini berdampak positif bagi kesejahteraan petani rakyat? Demikian pertanyaan-pertanyaan fundamental yang saya ajukan untuk direfleksikan dalam mengevaluasi program PSR," ujar Politisi PDI Perjuangan itu.
Ansy menegaskan, kebijakan PSR berbentuk subsidi, mestinya menampakkan keberpihakan negara kepada para petani sawit rakyat. Jangan sampai kebijakan PSR justru lebih menguntungkan korporasi.
"Wajar korporasi mendapat profit, tetapi layak petani mendapatkan benefit. Negara harus berpihak kepada petani rakyat, bukan perpanjangan tangan kepada korporasi," tegasnya.
Dalam pemaparan Ditjen Perkebunan, disebutkan bahwa luas sawit rakyat 6,72 hektar dan potensi PSR sebesar 2,78 juta hektar.
Target PSR semenjak tahun 2019 hingga 2022, termasuk tahun ini adalah 180.000 hektar.
"Namun, melihat realisasi rekomendasi teknis program PSR, setiap tahunnya berada di bawah target. Tahun 2018 lalu, dari target 185.000 hektar PSR hanya terealisasi 19,02% (35.196 hektar). Tahun 2020, dari target 180.000 hektar, terealisasi 51,15% (92.066 hektar). Mengapa realisasi program ini selalu berada di bawah target? Apa kendalanya?" tanya Ansy.
Ansy juga mempertanyakan berbagai syarat administratif yang dikeluarkan Kementan yang memberatkan petani.
Diantaranya, untuk mendapatkan bantuan PSR, petani rakyat harus memiliki lahan seluas 30 hektar dan memiliki legalitas lahan.
Seharusnya, tegas Ansy, pemerintah menyederhakan syarat administratif agar pro petani rakyat.
Baca: HUT Megawati, Banteng Sidrap Doa Bersama & Tanam Pohon
"Tiga aktor penting dalam PSR: negara, korporasi, dan petani sawit rakyat. Menurut kami, kebijakan PSR masih menggunakan pendekatan korporasi," ujar Ansy.
Indikatornya, sambung Ansy, persyaratan administratif replanting tidak memihak petani. Para petani tidak mendapatkan penguatan kapasitas SDM berupa pengetahuan dan keterampilan, dan para petani pun tidak memiliki dana yang cukup untuk menghasilkan peremajaan sawit yang sesuai standar GAP karena kekurangan biaya.
"Terakhir saya berharap, kebijakan PSR sungguh merupakan kebijakan subsidi yang menjadi fondasi baru penyejahtaraan petani rakyat," ujar Ansy.