Jakarta, Gesuri.id - Ratusan guru besar Universitas Indonesia (UI) mendesak agar DPR menghentikan revisi dan pengesahan Revisi Undang-undang (UU) Pikada, Kamis (22/8).
Sebanyak 120 guru besar mengaku menyerukan desakan itu karena menganggap DPR sedang mempertontonkan pembangkangan konstitusi secara vulgar dan arogan.
"Kami perlu menyikapi kegentingan tersebut dengan mengimbau semua lembaga negara terkait untuk menghentikan Revisi UU Pilkada," demikian dikutip dari pernyataan sikap mereka.
Menurut mereka, pembahasan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dengan mengabaikan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 sehari setelah diputuskan, nyata-nyata DPR sangat mencederai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat.
Baca: Ganjar Tegaskan PDI Perjuangan Siap Berkoalisi dengan Rakyat!
Para guru besar menilai tidak ada dasar filosofis, yuridis, maupun sosiologis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengubah persyaratan usia calon kepala daerah termasuk besaran kursi parpol melalui revisi UU Pemilihan Kepala Daerah.
Mereka juga berpandangan perubahan-perubahan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antar lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi versus DPR.
"Sehingga kelak hasil pilkada justru akan merugikan seluruh elemen masyarakat karena bersifat kontraproduktif dan akan menimbulkan kerusakan kehidupan bernegara," ujarnya.
Konsekuensi yang tak terelakkan adalah runtuhnya kewibawaan negara, lembaga-lembaga negara.
"Dan hukum akan merosot ke titik nadir bersamaan dengan runtuhnya kepercayaan Masyarakat," lanjutnya.
Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI) menyebut Indonesia kini berada di dalam bahaya otoritarianisme yang seakan mengembalikan Indonesia ke era kolonialisme dan penindasan.
"Tingkah-polah tercela yang diperlihatkan para anggota DPR itu, tak lain dan tak bukan merupakan perwujudan kolusi dan nepotisme, yang pada 1998 telah dilawan dengan keras oleh aksi massa dan mahasiswa sehingga melahirkan Reformasi," ujarnya.
Mereka pun mendesak semua pihak dan pemangku kebijakan bertindak arif, adil, dan bijaksana dengan menjunjung nilai-nilai kenegarawanan.
Mereka juga mendesak KPU segera melaksanakan putusan MK No. 60 dan No. 70 tahun 2024 demi terwujudnya kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila.
"Negara harus didukung penuh agar tetap tegar dan kuat dalam menjalankan konstitusi sesuai dengan perundang- undangan, serta mengingatkan secara tegas bahwa kedaulatan rakyat adalah berdasarkan pancasila," ucap mereka.
Sebelumnya, Baleg menyepakati RUU Pilkada dalam rapat hari ini. RUU itu disetujui delapan dari sembilan fraksi di DPR. Hanya PDIP yang menolak.
Pembahasan RUU Pilkada dilakukan dalam waktu kurang dari tujuh jam. Baleg beberapa kali mengabaikan interupsi dari PDIP.
Revisi UU Pilkada juga dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan pilkada. Namun, DPR tak mengakomodasi keseluruhan putusan itu.
Baca: Ganjarist Komitmen Setia Dukung Ganjar Pranowo di Pilpres 2029
Baleg DPR mengesahkan beberapa perubahan dalam RUU Pilkada ini. Pertama terkait perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.
Partai yang punya kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara pemilu sebelumnya.
Kemudian soal batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di Pasal 7. Baleg memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) dibandingkan MK. Dengan demikian, batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih
Hari ini, DPR berencana mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dalam Rapat Paripurna besok. Badan Legislasi (Baleg) akan membawa hasil keputusan dalam rapat kemarin yang disepakati seluruh fraksi, kecuali PDIP.
Namun dalam rapat paripurna pimpinan sidang Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pengesahan Revisi UU Pilkada dibatalkan pada hari ini.