Pekalongan, Gesuri.id - Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan Djunaid menjelaskan perempuan dan anak rentan mengalami kekekerasan, tidak hanya kekerasan fisik tetapi juga kekerasan seksual dan kekerasan verbal.
Hal ini menyebabkan traumatik yang luar biasa dan berkepanjangan.
"Bahkan, mereka yang dulunya menjadi korban, berpotensi untuk melakukan hal serupa setelah mereka dewasa. Ini harus dilindungi bersama.Traumatik pada anak ini tidak hanya disebabkan kekerasan secara fisik langsung, namun melihat ketidakharmonisan kedua orangtua mereka yang setiap hari bertengkar, cekcok, dan sebagainya." katanya.
Baca: Vita Minta Maksimalkan Potensi Perikanan di Wonosobo
"Terlebih, anak melihat secara langsung salah satu orang tuanya melakukan tindak kekerasan kepada istrinya," kata Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan Djunaid saat membuka sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang.
Menurut Aaf panggilan akrabnya Wali Kota Pekalongan, ada beberapa faktor penyebab kekerasan bisa terjadi, di antaranya pernikahan dini, ketidakharmonisan rumah tangga, tidak adanya penyuluhan kehidupan rumah tangga di masa pranikah.
Penyuluhan pranikah sangat penting, bagi seseorang untuk siap memasuki dunia pernikahan.
Disamping itu, isu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pun harus menjadi perhatian semua pihak, mulai dari pemerintah, dunia usaha, media, organisasi, lembaga masyarakat, serta seluruh masyarakat.
"Dengan kondisi kasus TPPO yang memprihatinkan tersebut, perlu meningkatkan penegakan hukum yang memberikan efek jera serta memperkuat peran seluruh pihak, baik pemerintah, lembaga, kepolisian, swasta, dan masyarakat untuk memperkuat komitmen bersama dan bersinergi melawan sindikat perdagangan orang dan mengakhiri perdagangan orang di Indonesia khususnya Kota Pekalongan," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada DPMPPA sekaligus Ketua Lembaga Perlindungan Perempuan, Anak, dan Remaja (LPPAR), Nur Agustina menerangkan bahwa, dalam sosialisasi ini menggandeng para tokoh agama dari semua agama, FKUB, lebe kelurahan, Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat.
Sosialisasi pencegahan kekerasan perempuan dan anak, serta tindak pidana perdagangan orang bagi tokoh agama perlu dilakukan, karena mereka harus memahami latar belakang terjadinya kekerasan dan TPPO tersebut.
"Bagaimana budaya patriarki yang ada selama ini diharapkan semakin hari semakin berkurang, sehingga berdampak pada turunnya kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak."
"Sebab, salah satu faktor penyebab terjadinya hal tersebut disumbang dari budaya patriarki," kata Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada DPMPPA Nur Agustina.
"Kasus kekerasan satu saja sudah luar biasa, karena kasus ini seperti fenomena gunung es karena datanya ada sebetulnya kasusnya lebih banyak," imbuhnya.
Baca: Rapidin Minta Kader Banteng Tak Ikut Jadi Pengamat Politik
Agustin menyebutkan, selama semester dua tahun 2022 ini, dari data LPPAR tercatat sudah ada 15 kasus kekerasan perempuan dan 10 kasus kekerasan pada anak di Kota Pekalongan. Kasus-kasus yang diterima ini biasanya rujukan dari luar kota bahkan lintas provinsi.
Pihaknya menegaskan, tidak ada alasan untuk korban tidak berani speak up atau melapor ke pihak berwenang, karena lembaga perlindungan saksi dan korban atau kepolisian akan membantu jika korban dalam kondisi yang terancam.
"Sedangkan tindak pidana ringan, LPPAR akan mendampingi dan melakukan asessment serta rehabilitasi baik kepada pelaku maupun korban."
"Jadi, pencegahan ini membutuhkan peran semua pihak, terlebih untuk kasus perdagangan orang dari hulu hingga hilir harus dikawal dari kelengkapan dokumen kelahiran sebagai salah satu dokumen penting yang dimiliki seseorang untuk mencegah perdagangan orang," tambahnya.