Ikuti Kami

Adi Sutarwijono Tegaskan Juni Bulan Bung Karno, Warisi Apinya Jangan Abunya

Rumah Pak Tjokro telah lebih dulu dijadikan museum yang bisa dikunjungi masyarakat luas.

Adi Sutarwijono Tegaskan Juni Bulan Bung Karno, Warisi Apinya Jangan Abunya
Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono.

Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono mengatakan Juni adalah bulan Bung Karno. Bulan ini menjadi istimewa bagi Sang Putra Fajar, sebutan Bung Karno.

Menurutnya, ada tiga peristiwa penting di bulan Juni bagi Sang Proklamator Kemerdekaan dan Presiden RI pertama itu, yang dikenang dan diperingati masyarakat luas. 

Pertama, 1 Juni 1945, ketika Bung Karno menyampaikan pidato tentang Pancasila di depan sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Ketika itu di masa kekuasaan balatentara Jepang. Oleh pemerintah, tanggal 1 Juni ditetapkan Hari Lahir Pancasila, yang diperingati secara nasional.

"Kedua, 1 Juni 1901, Bung Karno lahir di Surabaya ketika fajar merekah. Diberi nama Koesno. Kemudian diubah menjadi Soekarno. Bung Karno lahir di rumah kecil, kampung Pandean Gang 4 nomor 40. Bung Karno adalah arek Suroboyo. Beliau lahir dan tumbuh di kota yang kultur masyarakatnya egaliter, blak-blakan, penuh persaudaraan," kata Adi Sutarwijono dalam keterangan tertulis, Kamis (6/6).

Baca: Ganjar Pranowo Bahas Mudik hingga MK Ketika Temui Megawati

Dia mengatakan, tahun 2020, rumah tempat Bung Karno lahir itu dibeli Pemerintah Kota Surabaya. Menjelang berakhirnya pemerintahan Wali Kota Risma. Kemudian oleh Wali Kota Eri Cahyadi, rumah itu dibenahi dan dijadikan museum yang bisa dikunjungi oleh masyarakat luas.

"Sebagai suatu destinasi wisata, rumah itu satu rangkaian kunjungan wisatawan dengan rumah indekos Bung Karno sewaktu sekolah, milik Haji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin Sarikat Islam, di Jalan Peneleh Gang 7 nomor 29-31," tuturnya.

Dia menjelaskan Rumah Pak Tjokro telah lebih dulu dijadikan museum yang bisa dikunjungi masyarakat luas. Rumah indekos itu ditempati Bung Karno sebelum meneruskan sekolah di Bandung, kini bernama ITB, hingga lulus meraih gelar insinyur.

Peristiwa ketiga, tanggal 21 Juni 1970, Bung Karno wafat sekaligus mewariskan gagasan-gagasan besar bagi generasi penerus Indonesia, bahkan diwarisi internasional yakni kemerdekaan adalah hak setiap bangsa.

"Itu sebabnya, bulan Juni dikenang sebagai Bulan Bung Karno. Mengutip Bung Karno, kita warisi apinya! Jangan abunya," ujar Adi.

Dia mengatakan Kota Surabaya merupakan tempat penting dalam pertumbuhan nasionalisme dan perjuangan Indonesia di masa silam. Kota ini disebut Bung Karno sebagai dapur nasionalisme Indonesia.

"Kota Surabaya menjadi tempat pembentukan gagasan Indonesia di masa kolonial Belanda. Surabaya tercatat dalam ingatan publik sebagai kota yang memainkan peran penting, pembentukan kesadaran sebagai bangsa yang merdeka, bebas dari belenggu penjajahan," jelasnya.

Dia mengatakan di Kota Surabaya berlangsung berbagai pergerakan dan perlawanan rakyat sebelum dan pasca kemerdekaan.

"Ada sejumlah peristiwa besar di Surabaya. Salah satunya, pertempuran 10 Nopember 1945 di awal kemerdekaan Indonesia, yang setiap tahun kita peringati sebagai Hari Pahlawan. Peristiwa heroik itu didahului dengan perobekan bendera Belanda di Hotel Majapahit dan Resolusi Jihad, yang membangkitkan perlawanan hebat dari rakyat terhadap tentara sekutu," tutur Adi.

Menurutnya, berbagai peristiwa di masa lalu masih bisa dikenali dalam sejumlah tempat atau tetenger hingga saat ini. Sehingga menjadi modal penting bagi pewarisan sejarah pada generasi selanjutnya. Untuk menanamkan kesadaran berbangsa dan bernegara dan character building.

"Surabaya menyimpan banyak kisah perjuangan, kepahlawanan dan narasi kebangsaan Indonesia. Tentu hal ini menjadi modal untuk membangun kesadaran nasionalisme. Memperkuat wawasan kebangsaan bagi generasi penerus. Itu bisa dilakukan melalui cara-cara kreatif, misal, dengan wisata kebangsaan ke tempat-tempat bersejarah," ungkap Adi.

Api perjuangan Bung Karno itu, kata Adi, di era sekarang diwujudkan dalam praktik pemerintahan di Kota Surabaya, yakni untuk menyejahterakan warga masyarakat, terutama lapisan orang kecil atau wong cilik.

Dia mengatakan Bung Karno pada 1946 pernah menulis 'Orang tidak dapat mengabdi kepada Tuhan, dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin.'

Baca: Ganjar Tegaskan Gugatan ke MK Sebagai Bentuk Kewarasan!

Di pemerintahan Kota Surabaya, telah dilakukan pembebasan biaya pendidikan di SD Negeri dan SMP Negeri. Lalu diberikan bantuan seragam untuk pelajar-pelajar yang tidak mampu.

Di bidang kesehatan dilakukan pembebasan biaya pengobatan dan perbaikan akses pelayanan kesehatan. Pemerintah dan warga masyarakat juga terus berjibaku mengentas kemiskinan.

Begitu pula dengan pembenahan kampung-kampung, perbaikan rumah tidak layak huni, dan penciptaan ruang-ruang publik yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Pemerintah juga terus menata lingkungan yang hijau dan bersih.

"Surabaya terus tumbuh dan dijaga sebagai kota yang maju, nyaman, dan dihuni beragam penduduk. Toleransi dan gotong royong telah menjiwai Surabaya," tutup Adi Sutarwijono.

Quote