Surabaya, Gesuri.id - Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono menegaskan reses sangat penting. Sebab, dewan bisa menyampaikan laporan kepada warga tentang capaian kinerja sebagai wakil rakyat.
’’Kami sampaikan kinerja apa saja yang telah diperjuangkan dan berhasil diwujudkan dalam kebijakan pe- merintahan di Kota Surabaya. Kami juga menyerap aspirasi masyarakat tentang pembangunan,’’ ujar Adi.
Aspirasi itu akan diartikulasikan dalam kebijakan pemerintahan atau menerima berbagai masukan untuk dirumuskan dalam peraturan daerah.
Baca: Banteng Surabaya Kerja Bakti Bersih-Bersih Kampung
Politikus PDI Perjuangan itu memulai kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat di kawasan Surabaya Timur. Dia menerima curhat dari kalangan RT, RW, LPMK, dan ibu-ibu Kader Surabaya Hebat (KSH), PKK, jemaah pengajian, serta kaum muda dan karang taruna
Salah satu isu yang hangat dibahas adalah kemiskinan. Di Surabaya, awalnya warga miskin kerap disebut masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Belakangan, namanya berubah menjadi warga miskin atau gamis. ’’Perubahan itu diikuti berkurangnya jumlah warga MBR ke gamis. Jadi, apa sebenarnya yang menjadi tolok ukur warga digolongkan tidak mampu atau miskin?’’ ungkap Mariana dari Kali Rungkut.
Di kawasan perkampungan Gununganyar Tambak, Adi mendapat curhat yang sama. Keluhan masyarakat masih tentang ketidakpastian indikator keluarga miskin. ’’Kalau ukurannya warga miskin yakni rumah terbuat dari dinding kayu atau bambu, lantai tanah, dan penghasilan di bawah Rp 1 juta, ya sangat sedikit,’’ ucap Fausi, warga Gunungayar.
Di Kota Surabaya, warga miskin mendapat berbagai intervensi kebijakan pendidikan, kesehatan, dan perbaikan rumah tak layak huni. Ada juga bantuan permakanan satu kali sehari untuk warga lansia tidak mampu, warga disabilitas, dan anak yatim piatu. Adi menerima laporan bahwa banyak data MBR yang dicoret. Hal itu mempersulit warga yang dulunya terdaftar MBR karena tak mendapatkan bantuan.
’’Banyak warga lansia, penyandang disabilitas, dan anak yatim piatu yang dulu menerima bantuan permakanan, sekarang tidak lagi karena datanya hilang atau dicoret,’’ kata Mega dari Kalijudan.
Selain itu, mencuat curhat warga terkait pemasangan stiker Keluarga Miskin yang ramai diberitakan media massa dan mengundang polemik dari legislator. Warga menyebut hal itu terkesan kurang etis.
Adi menampung semua keluhan itu. Dia menjelaskan, DPRD Kota Surabaya tengah membahas raperda pengentasan kemiskinan. Pembahasan dilakukan sinergis dengan Pemkot Surabaya. Dia juga sepakat dicari istilah lain dari keluarga miskin dalam penempelanstiker.
"Misalkan,diganti keluarga pra sejahtera. Atau stiker hanya barcode. Ketika dilihat di HP, keluar identitasnya," jelasnya.
Melalui berbagai program pemerintahan, DPRD Kota Surabaya dan Wali Kota Eri Cahyadi bersama Pemkot Surabaya berkomitmen untuk terus menekan angka kemiskinan di Kota Pahlawan. Terutama dengan mendorong pertumbuhan sektor UMKM dan penyerapan tenaga kerja produktif.
Baca: Banteng Kota Surabaya Tanam Pohon & Bersih-bersih di DAS
Adi juga menjelaskan sejumlah kemajuan Kota Surabaya yang dipimpin Wali Kota Eri Cahyadi dan Wakil Wali Kota Armuji dengan dukungan DPRD Kota Surabaya. Salah satunya, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dengan instrumen berbasis elektronik.
’’Pelayanan adminduk harus tuntas di kelurahan,’’ terangnya.
Juga, layanan jemput bola petugas kelurahan ke balai-balai RW satu minggu dua kali. Adi juga memaparkan program Pemkot Surabaya, setelah disetujui DPRD, tentang perbaikan 8 ribu jamban bagi penduduk. Ada juga perbaikan 3.500 rumah tak layak huni. ’’Juga tahun 2023 diluncurkan beasiswa bagi 25 ribu pelajar SMA/SMK sederajat, negeri dan swasta, dari keluarga tidak mampu,’’ paparnya.
Adi mengapresiasi Eri Cahyadi dan Pemkot Surabaya yang mendirikan rumah-rumah padat karya. Inovasi itu bertujuan menekan angka pengangguran dan mengungkit penguatan ekonomi keluarga-keluarga tidak mampu.