Ikuti Kami

Adian Sebut Jika Tak Setuju Tatib DPR Copot Pejabat: Gampang Saja, Gugat ke MK

Di Indonesia terdapat mekanisme judicial review atas sesuatu jika kita merasa hal itu bertentangan dengan konstitusi.

Adian Sebut Jika Tak Setuju Tatib DPR Copot Pejabat: Gampang Saja, Gugat ke MK
Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Adian Napitupulu.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Adian Napitupulu menegaskan jika ada yang tak setuju dengan Tatib DPR yang sudah disahkan dalam rapat paripurna Selasa (4/2/2025) lalu, bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Ya bisa dibawa ke MK kalau gak setuju. Gampang saja kok ada mekanismenya. Kalau tidak setuju, kan ada mekanisme tidak setuju,” kata Adian, dikutip Minggu (16/2/2025).

Dia menjelaskan, di Indonesia terdapat mekanisme judicial review atas sesuatu jika kita merasa hal itu bertentangan dengan konstitusi.

“Ketika bertentangan sama konstitusi ya bawa ke MK. Dan kita mau semua masyarakat bisa mengikuti mekanisme itu. Sehingga ketidaksetujuan itu disalurkan lewat mekanisme konstitusional,” tuturnya.

Adian menambahkan, dalam mengambil keputusan DPR seharusnya juga bisa melakukan evalusi terhadap keputusannya itu. Hal ini ia sampaikan menangapi isu peluang intervensi terhadap pejabat yang ditetapkan dalam rapat paripurna.

“Kalau logikanya, menurut gue seperti itu. Gue memutuskan misalnya elu, kemudian elu berhalangan apa segala macam, boleh enggak gua mengevaluasi keputusan gua? Kan begini, yang bisa mengevaluasi terhadap keputusan itu adalah yang membuat keputusan,” jelas Adian.

Sebagai informasi, DPR RI baru saja merevisi Peraturan DPR No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR, yang pada pokoknya mempertegas fungsi pengawasan DPR terhadap calon-calon penyelenggara negara yang pengangkatannya melalui proses politik di DPR.

Seperti hakim MK, hakim Agung, pimpinan KPK, komisioner lembaga-lembaga negara lainnya bahkan Gubernur dan Dewan Gubernur Bank Indonesia, adalah bentuk intervensi keliru atas prinsip check and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Revisi dianggap akal-akalan DPR untuk menambah kewenangan. Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menyatakan, DPR gagal memahami makna frase pengawasan yang merupakan salah satu fungsi DPR sebagaimana Pasal 20A (1) UUD Negara RI 1945. Fungsi pengawasan yang melekat pada DPR adalah mengawasi organ pemerintahan lain dalam menjalankan undang-undang.

"Artinya, yang diawasi DPR adalah pelaksanaan UU bukan kinerja personal apalagi kasus-kasus yang seringkali menimbulkan konflik kepentingan berlapis," ucapnya dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis (6/2/2025).

Menurut dia, sebaiknya DPR berfokus pada tugas utama pembentukan UU, pengawasan atas berjalannya UU yang dibentuknya dan fungsi budgeting secara lebih berkualitas, bukan merancang ranjau-ranjau politik dan kekuasaan yang ditujukan bukan untuk kepentingan rakyat tetapi memaksa kepatuhan buta pada parlemen dan selalu membuka ruang-ruang transaksi dan negosiasi. 

Sumber: www.inilah.com

Quote