Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI, Adian Napitupulu menyoroti permasalahan status pengemudi ojek online (ojol) di tengah dorongan agar mereka diangkat menjadi karyawan tetap.
Ia menilai, langkah tersebut berpotensi menimbulkan masalah serius, termasuk gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Adian mengkhawatirkan adanya seleksi jika penyedia jasa transportasi mengubah status pengemudi.
"Sisanya ke mana? Terjadi PHK. Inilah yang menjadi argumentasi kenapa jangan (ubah status jadi) karyawan, karena akan terjadi PHK massal," kata Adian dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), di gedung DPR, kawasan Senayan, Rabu (23/4).
Menurut Adian, saat ini model kemitraan masih menjadi bentuk hubungan kerja yang paling ideal untuk sektor transportasi online. Ia berharap sistem ini harus diatur dengan adil, bukan diganti dengan sistem yang justru menciptakan ketimpangan baru.
Menurutnya, aplikasi transportasi online saat ini telah diunduh oleh sekitar 21,8 juta pengguna. Adian juga memperkirakan, ada 3 juta perjalanan per hari dilakukan pengemudi ojol.
"Kalau satu pengemudi melayani 10 penumpang per hari, artinya hanya butuh sekitar 300 ribu pengemudi. Lalu yang 4,5 juta lainnya ke mana?" katanya.
Hal inilah yang menurutnya perlu menjadi sorotan. Untuk ini, Adian menekankan pentingnya negara hadir dalam mengatur batas keuntungan dan kepemilikan agar tidak terjadi konsentrasi kekayaan di tangan segelintir pihak.
"Kita bukan kapitalisme yang tidak mengenal batas. Di sini, negara harus buat batas," katanya.
Ketua Presidium Koalisi Ojol Nasional (KON), Andi Kristiyanto, mengungkap saat ini koalisinya juga masih tetap memilih status kemitraan. Sebab, menurutnya, para pengemudi di satu sisi juga membutuhkan fleksibilitas dalam jam kerja.
"Kalau kita jadi pekerja, mana ada perusahaan yang mau memperkerjakan dengan status karyawan dari aplikator itu dengan jumlah yang cukup luar biasa," kata Andi.
Namun, menurutnya saat ini urgensi utama dari aspirasi mitra bukan hanya soal status, melainkan kejelasan payung hukum kemitraan.
“Status kemitraan ini harus digodok kembali, supaya secara regulasi sifatnya berkeadilan,” katanya.
Hari ini, KON telah menemui Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, untuk berdiskusi tentang regulasi, status, hingga potongan biaya aplikasi, salah satunya adalah terkait Grab Hemat.
Menyikapi hal ini, Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI Netty Prasetiyani, menyebut akan mengupayakan proses mediasi pada 12 Mei mendatang.
“Saya yakin ini tidak bisa hanya didorong oleh satu komisi,” kata Netty, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), di gedung DPR, kawasan Senayan, Rabu (23/4).