Jakarta, Gesuri.id - Politikus PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus melantunkan kritik pada mereka yang mengklaim diri sebagai aktivis Anti korupsi.
Kritik dari Anggota Komisi VI DPR itu terkait kontroversi wawancara Deddy Corbuzier dengan Mantan Menteri kesehatan Siti Fadilah Supari yang dinilai melanggar aturan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Baca: Sebaiknya Curhatan SBY Bukan Provokasi !
Hal itu karena Siti Fadilah masih menjadi warga binaan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham.
Namun, tidak ada aktivis Anti korupsi yang bersuara tentang tindakan Siti Fadilah yang merupakan terpidana korupsi ini.
"Yang anti koruptor kok gak ada suaranya tentang Siti Fadillah ya?" ujar Deddy.
Siti Fadilah divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan karena terbukti menyalahgunakan kewenangan selaku Menteri Kesehatan dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) tahun 2005 pada pusat penanggulangan masalah kesehatan (PPMK) Kemenkes. Penyalahgunaan wewenang oleh Siti mengakibatkan kerugian negara Rp6,14 miliar.
Tak hanya itu, Deddy juga mengkritisi mereka yang mengklaim diri sebagai "pejuang" HAM.
Kritikan itu terkait perbedaan perlakuan oleh aparat hukum, terhadap dua pelanggaran PSBB yang masing-masing terjadi di Surabaya dan Bogor.
Di Surabaya, seorang Habib dari Bangil, Pasuruan bernama Umar Assegaf cekcok dengan aparat Satpol PP bernama Asmadi serta aparat Kepolisian karena melanggar PSBB di jalan dekat pos check point exit Tol Satelit, Surabaya.
Namun, pelanggaran PSBB oleh Habib Umar Assegaf itu berakhir damai. Bahkan, Asmadi dihadiahi umroh oleh sang Habib.
Baca: Jangan Prioritaskan Kepentingan Pemilik Saham Minoritas
Hal itu berbeda dengan kasus pelanggaran PSBB yang terjadi di Kota Bogor. Seorang pria bernama Endang Wijaya ditangkap Polisi karena melanggar PSBB dan juga melakukan perbuatan hukum dengan melawan petugas.
Dia diancam Polisi dengan Pasal 216 KUHP UU No. 6 tahun 2018, tentang karantina kesehatan, dengan ancaman satu tahun penjara atau denda 100 juta.
Perbedaan perlakuan ini tentu saja melanggar salah satu prinsip demokrasi dan HAM, yakni persamaan di hadapan hukum (equality before the law).
Tapi, tak ada "pejuang HAM" yang bersuara tentang ketidakadilan ini. Hal itu pun dipertanyakan oleh Deddy.
"Yang pejuang HAM juga diam soal Bogor & Surabaya," ujar Deddy.