Ikuti Kami

Anton Charliyan Desak Negara Tindak Tegas Kelompok Intoleran

"Aturan ini malah mereka labrak dengan sikap yang sangat arogan, dengan alasan klise : umat dan agama".

Anton Charliyan Desak Negara Tindak Tegas Kelompok Intoleran
Mantan Wakalemdiklat Polri Irjen. Pol. (Purn.) Anton Charliyan. (Foto: Istimewa)

Tasikmalaya, Gesuri.id - Mantan Wakalemdiklat Polri Irjen. Pol. (Purn.) Anton Charliyan menyatakan, dalam situasi yang sangat sulit akibat situasi Pandemi Covid ini, yang berdampak terhadap segala aspek kehidupan terutama ekonomi, seharusnya seluruh komponen bangsa bahu membahu  ikut berjuang bersama-sama membantu pemerintah. 

Tapi yang disayangkan, sambung Anton, ada sebagian kelompok masyarakat yang kita tahu merupakan komunitas yang selama ini dikenal sebagai kelompok Intoleran, dengan gagah perkasa mencoba melanggar aturan. Padahal aturan itu selama ini dengan susah payah diterapkan oleh pemerintah untuk menyelamatkan bangsa dan Negara dari Pandemi Covid-19.  

Baca: Disinggung FPI, Gibran: Selalu Ada Bawaslu Yang Mengawasi

"Aturan ini malah mereka labrak dengan sikap yang sangat arogan, dengan alasan klise : umat dan agama," ujar Anton.

Mantan Kapolda Jawa Barat itu melanjutkan, kelompok intoleran itu malah terkesan menyepelekan Negara, serta aparatur nya. Bahkan TNI/Polri pun mereka ejek di depan publik tanpa tedeng aling-aling. 

"Seakan-akan, kelompok intoleran itulah yang paling hebat, paling kuasa, paling besar, paling benar dan paling agamis," ujar Anton. 

Hal tersebut, lanjut Anton, dikarenakan ada golongan tertentu dibalik semua ini yang membekingi kelompok tersebut, yakni golongan radikal Intoleran yang bahkan tidak segan-segan melakukan aksi-aksi hoaks, adu domba, kekerasan, penyanderaan dan terorisme.

Golongan tersebut antara lain Jamaah Islamiah, Ikhwanul Muslimin , Hizbut Tarir dan kelompok yang berafilliasi kepada Al-Qaeda.

"Adapun salah satu elemen yang sudah resmi dibubarkan di Indonesia adalah HTI (Hizbut Tarir Indonesia),  melalui Perppu Nomor 2 tahun 2017 bulan Juli 2017. HTI diduga kuat merupakan kepanjangan tangan dari gerakan Hizbut Tahrir Internasional yang sering menggunakan Partai, Ormas serta LSM berbaju agama atau berbaju Khilafah  dalam setiap aksinya," ujar Anton. 

Mantan Kadiv Humas Polri itu menyatakan Hizbul Tahrir ini di Timur Tengah sudah dilarang.  Ada kurang lebih  21 Negara yang sudah menyatakan melarang dan membubarkan Hizbut Tahrir.

"Hal itu dikarenakan gerakan dan aksi mereka itu selalu melawan dan merongrong Negara yang ditempatinya. Mereka kerap terlibat aksi-aksi sabotase, pemberontakan,  bahkan terorisme, seperti yang terjadi di Mesir, Suriah, Afganistan dan lainnya," ujar Anton.

Anton melanjutkan, modus gerakan mereka persis sama dengan yang selama ini  terjadi di Indonesia. Mereka selalu menjual ayat dan agama. Mereka juga mengadakan kaderisasi dan doktrinasi dengan memandang ajaran mereka yang paling benar.

"Makanya dengan lantang mereka akan mengatakan dan memberikan label  Musuh Islam, Pemuja Setan,  Kafir , Bidah , Musyrik dan seterusnya kepada pihak-pihak yang tidak sepaham atau yang dianggap lawan, sekalipun sesama Muslim," ujar Anton. 

"Menjual konsep Khilafah dan jihad sebagai alat perjuangan yang suci, dengan  teriakan Allahu Akbar. Dan itu  seragam disemua tempat, disemua Negara manapun," tambah Anton. 

Anton mengungkapkan, Syeikh Fadi Alameddine dari Lebanon yang  datang ke Indonesia pada tahun 2016 - 2017 bersama puluhan ulama Timur Tengah lainnya dengan tujuan syiar untuk mengingatkan para Ulama di Indonesia akan bahaya gerakan kelompok tersebut, yang saat itu hadir semakin masif di Indonesia. Mereka telah menghancurkan Negara-negara mereka di Timur Tengah. 

Para ulama Timur Tengah itu tidak ingin nasib Indonesia sebagai Negara Muslim terbesar di dunia sama seperti Negara mereka. Syeikh Fadi Alameddine menegaskan bahwa gerakan kaum Intoleran radikal itu bukan gerakan agama. Tidak ada hubungan sama sekali antara mereka dengan Agama Islam. 

"Gerakan kaum Intoleran itu adalah semata-mata hanya gerakan politik kotor yang haus dengan syahwat kekuasaan,  yang akan menghalakan segala cara dengan cara menjual Agama, menjual Rasulullah, khususnya Islam untuk merebut kekuasaan, menghancurkan Negara. Sebagaimana  yang terjadi pada Suriah, Afghanistan, Mesir, Irak dan Libya. Itulah Hizbut Tahrir dan antek-anteknya," ujar Anton.

Adapun, lanjut Anton, wujud kepanjangan tangan Hizbut Tahrir sudah kita ketahui bersama ada dimana-mana,  seperti di Ormas, LSM, Pengajian-pengajian, Akademisi, Kampus,  Majelis-majelis dan lainnya. Anton yakin pihak keamanan sudah lebih banyak mengantongi nama-nama elemen golongan mereka tersebut.

Bahkan, tidak lama setelah kedatangan ulama-ulama Timur Tengah  korban Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, Al Qaeda dan lain-lain, HTI resmi dibubarkan di NKRI.

"Tapi sayang sekalipun organisasinya dibubarkan, Negara kita tampaknya 'setengah hati' dalam teknis pelaksanaannya. Ternyata orang-orangnya tidak diamanakan apalagi ditindak secara hukum, malah masih bebas melakukan semua aksi dan aktivitasnya," ungkap Anton. 

Baca: Bobby Nasution Akan Bangun Kantong Parkir Atasi Semrawut

Anton melanjutkan, akibatnya yang bisa kita rasakan sampai dengan saat ini adalah Negara selalu dibuat gaduh, ribut , muncul fitnah , hoaks dan lain sebagainya. Itulah ciri khas gerakan mereka, sebagaimana disampaikan Syeikh Fadi Alameddine  pada Seminar Islam International di Pesantren Nagreg tahun 2016 .

"Hal tersebut disebabkan karena Negara tidak tegas dan tidak tuntas dalam menangani mereka. Tidak seperti penanganan PKI pada zaman Orde Baru. Jika terus begini apakah akan menunggu Negara kacau ? Chaos dan kemudian Runtuh ? Untuk itu kesempatan kali inilah yang paling tepat untuk sesegera mungkin seluruh komponen bangsa bersih-bersih dari  pengaruh golongan radikal dan Intoleran ini sampai dengan ke akar-akarnya. Yang jelas-jelas dari fakta sejarah, golongan radikal itu sudah menghancurkan Negara-negara Islam di Timur Tengah," ujar Anton.

Anton mengungkapkan, pembersihan terhadap gerakan Intoleran radikal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu diantaranya adalah dengan mengidentifikasi data anggota yang sudah masuk organisasi tersebut seakurat mungkin. 

Kemudian, bisa diadakan tindakan tegas sesuai dengan status dan peranannya. 

"Bersihkan institusi Pemerintah baik ASN ,TNI , Polri dan lembaga Pemerintah lainya dari penyusupan  kader-kader dan ideologi mereka. Dengan cara memecat dan me-Non Job-kan yang sudah betul-betul terbukti terlibat organisasi tersebut baik langsung maupun tidak langsung," ujar Anton. 

Anton juga menilai penting mengajukan upaya hukum formal untuk menyeret mereka secara hukum.  Untuk pola dan tindakan,  bisa berkaca kepada Negara-negara lain yang sudah melakukannya. 

"Tidak harus menunggu adanya  momen yang besar seperti Peristiwa terbunuhnya para Jenderal di Lubang Buaya saat mau menumpas gerakan Komunis. Kita harus bergerak cepat sesegera mungkin. Ancaman sudah nyata hadir didepan mata. kalau tidak? Mereka akan semakin besar menggurita, akhirnya NKRI hanya tinggal sebuah cerita," tegas Anton. 

"Bersih-bersih ini bukan hanya terhadap kelompok yang Radikal dan Intoleran saja, tapi terhadap kelompok manapun termasuk terhadap kelompok Neo Komunis yang mungkin saja secara diam-diam sudah mengintip-intip ingin juga merongrong NKRI dengan cara dan gayanya sendiri," pungkasnya.

Quote