Tasikmalaya, Gesuri.id - Mantan Kadiv Humas Polri Anton Charliyan menanggapi situasi politik dan keamanan di Papua yang semakin memanas di awal 2021 ini.
Seperti diketahui, beberapa hari yang lalu terjadi penembakan terhadap Kabinda Papua, Brigjen TNI I Putu Dani di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua. Sebelumnya juga terjadi beberapa kali terjadi penembakan terhadap para prajurit TNI maupun Brimob/Polri.
Dan beberapa bulan lalu terjadi juga bentrokan TNI dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang membawa korban jiwa. Kemudian terjadi juga deklarasi gerakan separatis OPM yang terang-terangan kepada dunia.
Baca: Kapitra : Kelompok Bersenjata Papua Adalah Teroris-Separatis
"Tindakan tersebut menurut analisis saya, bukan lagi bisa dikategorikan sebagai pelanggaran berat, tapi sudah masuk kategori menabuh genderang perang menantang NKRI sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Sebab gerakan mereka itu terjadi di wilayah Negara kita, apalagi dengan adanya pernyataan ingin memerdekakan diri, mendirikan Negara diatas sebuah Negara berdaulat yang sudah diakui oleh seluruh bangsa di dunia, serta melawan dengan terang-terangan alat-alat Negara seperti TNI, Polri, BIN dan lainnya," tegas Anton.
Mantan Kapolda Jabar itu menegaskan, hal itu secara hukum sudah jelas merupakan tindakan makar atau pemberontakan terhadap Negara yang sah.
Dengan membunuh, mengancam dan meneror warga, aparat TNI Polri dan terakhir Kepala BIN Daerah, menurut Anton tindakan itu sudah jelas bisa dimasukan kedalam kategori tindak pidana terorisme.
Anton menyatakan, kejadian di Papua ini selalu terjadi berulang-ulang seolah tidak pernah selesai. Sama seperti halnya dulu di Poso, dimana sekarang Poso sudah relatif aman.
"Bercermin dari hal tersebut diatas tadi, penembakan terhadap seorang perwira berpangkat Jenderal ini saya kira bukan merupakan hal sepele. Ini merupakan penghinaan terhadap harkat dan martabat bangsa dan negara. Dengan kejadian ini bisa kita jadikan momentum untuk mengadakan Operasi Khusus, bahkan bila perlu OPERASI MILITER sebagaimana yang terjadi di Poso. Tak ada salahnya bila di Papua pun utntuk menghadapi OPM ini bisa dipakai pola yg sama seperti Operasi di Poso, yakni tindakan tegas tanpa ampun terhadap setiap gerakan separatis yang ingin memberontak, mendirikan negara sendiri dan memisahkan diri dari NKRI, melalui operasi gabungan khusus TNI dan Polri," papar Anton.
Anton menjelaskan, Operasi tersebut bisa didahului dengan Operasi Kamtibmas terlebih dahulu. Bila Operasi tersebut tidak dapat mengatasi pemberontakan, maka langsung adakan Operasi Militer.
Baca: Munarman Ditangkap, Repdem Berikan 1.000 Jempol Untuk Polri
"Dengan target sampai dengan tuntas. Sekali lagi, dengan target sampai tuntas ke akar-akarnya. Karena ancaman ini sudah jelas-jelas nyata, jika memang Negara ini serius ingin menyelamatkan Papua, sekalipun dalam kondisi Covid," tegas Anton.
Anton menegaskan, hal ini harus segera dilakukan dan jangan dianggap sepele bila Pemerintah dan bangsa Indonesia tidak ingin Papua jatuh ke tangan OPM dan kekuatan asing dibelakangnya. Karena OPM dan penyokongnya justru memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan disaat situasi pandemi Covid ini.
"Mereka mencoba mengganggu keamanan di wilayah Indonesia Timur, Papua dan wilayah Sultara yang memang sebelumnya sudah jadi perhatian international. Penanganan Covid memang penting , tapi keamanan negara jauh lebih penting. Selamat berjuang TNI/Polri, sikat habis musuh-musuh Negara ini sampai titik darah penghabisan!" tegas Anton.