Tasikmalaya, Gesuri.id - Mantan Kapolda Jawa Barat (Jabar) Abah Anton Charliyan menyikapi adanya aksi ribuan masyarakat Kabupaten Garut yang mendatangi gedung DPRD Kabupaten Garut, Rabu (5/1) karena resah dengan semakin vulgar nya eksistensi organisasi yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia (NII).
Anton menilai bahwa permintaan warga Garut atas Perda Anti Radikalisme itu tepat.
"Negara Islam Indonesia (NII) diduga eksis lagi dan kini tengah mencari pengikut di Garut, Jawa Barat. Sejumlah anak dan remaja bahkan sudah dibaiat. Selain itu Badan Kesatuan Bangsa dan Politik menyatakan bahwa ada pejabat di Garut yang terlibat NII," ujar Abah Anton.
Abah Anton Charliyan menuturkan bahwa usulan permohonan pembuatan Perda Anti Radikalisme masuk akal.
Baca: Megawati: Elektoral Tinggi Pemacu Terus Bergerak ke Bawah
"Akhir-akhir ini Garut selalu dijadikan triger sarana uji coba dalam rangka proses pembentukan NII. Ketika tahun 2008 saja, saat saya menjabat Kapolwil, 2 kali terjadi peristiwa deklarasi NII, dibawah pimpinan San San, tapi ketika kita proses mereka berhasil mendapat surat Keterangan Dokter berkali-kali yang menyatakan San San sakit jiwa," papar Anton.
Abah Anton melanjutkan, dengan keterangan dokter tersebut secara otomatis San San tidak bisa di proses. Padahal San San setelah itu ikut mendaftar sebagai kontestan Calon Bupati yang ternyata dinyatakan sehat walafiat.
"Sejak awal, sudah tercium adanya campur tangan kekuatan-kekuatan tertentu yang sudah menyusup, baik ke aparat Pemerintah, TNI maupun Polri yang mana pada saat itu, diduga kuat, kader-kader HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) ada dibelakangnya sebagai sponsor utama gerakan NII dan Radikalisme yang memang sedang giat-giatnya mengembangkan sayap di Indonesia," ungkap Abah Anton yang pernah menduduki jabatan penting di tubuh Polri sebagai Kadiv Humas ini.
Sebagai informasi bahwa, MUI, Almagari serta masyarakat Garut dalam aksi damainya, Rabu (05/01/21) kemarin menyambangi gedung DPRD Kabupaten Garut. Mereka menuntut agar Bupati Garut, Rudy Gunawan mencopot salah satu anak buahnya karena diduga terafiliasi NII.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Garut, KH Sirodjul Munir yang hadir dalam aksi tersebut mengatakan bahwa persoalan NII di Garut cukup pelik. Bahkan awalnya dinilai tidak diperhatikan serius oleh Pemda.
KH. Sirodjul Munir mengatakan paham radikal NII di Garut sudah berada dalam tahap krusial dan harus segera ditangani. Ia mengatakan paham NII ini lebih berbahaya dari Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Abah Anton Charliyan menuturkan gerakan Radikalisme ini selalu bergandengan tangan dengan gerakan Intoleran. Salah satu ciri nya adalah adanya faham takfiri yang senantiasa mengkafir - kafirkan setiap golongan yang tidak sefaham.
Gerakan ini yang selalu menjadi ciri khas kelompok atau golongan yang berafiliasi ingin mendirikan Negara Islam dengan konsep Negara Khilafah diberbagai Negara di dunia seperti yang terjadi di Suriah, Libya dan Afghanistan yang saat ini jatuh menjadi Negara Miskin.
"Dan Garut, dengan berbagai peristiwa selalu di jadikan 'laboratorium' percobaan untuk NII ,sehingga menurut saya sangat tepat, bila di Garut di terapkan Perda Anti Radikalisme dan Intoleran. Akan tetapi hal tersebut saya yakin memerlukan perjuangan yang sangat panjang," ujar Abah Anton.
Abah Anton menekankan bahwa perjuangan panjang mengusulkan Perda Anti Radikalisme dan Intoleransi akan berhadapan dengan penentang, alias pendukung Intoleransi di Garut yang sangat tinggi. Hal itu telah dilansir berbagai media dan laporan Intelijen, bahkan para aparat Pemerintah termasuk jajaran Dewan diduga banyak yang terpapar ideologi NII ini.
"Ideologi ini, sebagaimana kita ketahui bersama sentral nya berpusat di 3 wilayah segitiga emas, yakni Tasikmalaya, Ciamis, dan Garut yang mempunyai rekam jejak sejarah sebagai Pusat pemberontak DI/TII dimasa lalu, yang merupakan dasar tonggak dan akar semangat ideologi NII yang sampai dengan saat ini terus bergulir, sehingga idealnya Perda anti Radikalisme ini juga minimal ada di tiga daerah segitiga emas tersebut," tegas Abah Anton Charliyan.
"Kami dan tim, sangat mendukung gerakan aksi Anti Radikalisme dan Intoleransi yang dilakukan rekan-rekan seperjuangan di Garut, namun tentunya gerakan ini harus didukung juga oleh penggalangan kekuatan politik yang nyata," lanjut Abah Anton.
Baca: Hadapi Radikalisme, Gus Mis Minta Kader Jadi Jubir Pancasila
Gerakan ini, sambung Anton, harus intensif dan terus menerus dilakukan secara masif sampai benar-benar berhasil.
"Jangan hanya 'hangat - hangat tahi ayam' saja, kalau perlu disertai dukungan tanda tangan para tokoh dan ulama yang masih cinta NKRI, sehingga pergerakan golongan radikal dan Intoleran bisa ditekan pergerakannya sekecil mungkin di 3 wilayah segitiga emas ini," tandas Abah Anton.
Dan bila sukses, menurut Abah Anton akan menjadi preseden yang sangat baik bagi keutuhan NKRI. Karena akan jadi Perda Anti Radikalisme dan Intoleransi pertama di Indonesia sekaligus membuktikan kepada publik bahwa di wilayah Garut ternyata masih merah putih.
Satu langkah kecil di Garut, menurut Anton akan menjadi langkah besar Gerakan Anti Radikalisme di Indonesia.
"Artinya dengan di setujui Perda Anti Radikalisme dan Intoleransi di Garut membuktikan lebih banyak yang masih cinta NKRI, ketimbang golongan intoleran nya. Dan jika tidak berhasil akan merupakan preseden buruk , yang menandakan bahwa memang wilayah Garut sudah menjadi lampu merah dan menjadi salah satu basis utama untuk pergerakan-pergerakan Gerakan Radikal dan Intoleran yang memang Anti NKRI dan Anti Pancasila, sehingga harus kita lawan sebagai musuh bersama, dan jadikan perjuangan untuk terbitnya perda Anti Intolernsi di Garut ini sebagai perjuangan bersama," kata Abah Anton.