Jakarta, Gesuri.id - Setara Institute mengungkapkan Jawa Barat (Jabar) berada di posisi pertama dalam hal pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan sepanjang 2021 dengan 40 peristiwa.
Hal itu terungkap dalam laporan kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia tahun 2021 Setara Institute dengan tema Mengatasi Intoleransi, Merangkul Keberagaman.
Dengan laporan ini, Jawa Barat konsisten berada di urutan pertama provinsi yang mencatat angka pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan tertinggi selama 14 tahun.
Menanggapi hal itu, tokoh Jawa Barat sekaligus Budayawan Sunda Abah Anton Charliyan mengungkapkan keprihatinannya.
Baca: Anton Khawatirkan Jika Radikalis Kuasai Indonesia
"Tiada kata yang paling tepat yang bisa saya katakan kecuali sangat menyedihkan dan memprihatinkan," ujar Anton.
"Jabar yang kita kenal sebagai kota Santri, kota seribu Pesantren, wilayah yang sangat Islami, seharusnya merupakan wilayah yang paling aman bagi umat yang beragama lain, sebagaimana teladan Rasulullah SAW ketika memimpin Madinah dengan Piagam Madinah nya yang isinya antara lain menyatakan perlindungan mutlak bagi umat-umat beragama lain baik Nasrani, Yahudi, dan lainnya yang berada di kota Madinah," ujar Anton.
Begitu juga, lanjut Anton, ketika Nabi Muhammad dan pasukannya pertama kali menaklukan kota Makkah, banyak diantaranya yang ingin membunuh dan menghukum umat-umat penghuni kota Makkah yang beragama lain. Tapi dengan tegas Nabi Muhammad mengatakan semua penghuni Makkah yang beragama selain Islam akan dilindungi.
Nabi Muhammad pun menegaskan, siapapun yang berani mengganggu umat non Muslim di Makkah akan berhadapan dengan dirinya.
"Fakta sejarah itu menunjukkan betapa sikap toleransi beragama ditunjukkan dengan jelas dan tegas oleh Rasulullah junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW, baik ketika memimpin Madinah maupun ketika di Makkah. Sebuah sikap saling menghormati sesama umat beragama tanpa harus melarang dan memaksakan aqidah beragama antara yang satu dengan yang lainnya dengan mengedepankan konsep 'Laqum Dinukum Waliyadin', yang berarti 'Bagimu Agamamu Bagiku Agamaku'," ujar Abah Anton.
Karena, sambung Anton, sebagaimana kita ketahui bahwa Islam adalah ajaran yang Rahmatan lil Alamin, yang harus mampu memberi rahmat bagi siapapun di alam raya ini, kepada suku apapun, juga kepada ajaran agama apapun juga tanpa kecuali.
Umat Islam, ujar Anton, harus mengedepankan sikap toleran dan melindungi umat-umat yang beragama lain. Jangan malah menjadikan Islam sebagai suatu ajaran yang menakutkan, sehingga menjadikan umat lain tidak aman dan resah.
Sehingga, sambung mantan Kapolda Jabar itu, jika suatu tempat sudah punya label sebagai suatu wilayah yang menjunjung tinggi nilai-nilai Islami, seharusnya tempat itu menjadi tempat yang paling aman, paling melindungi dan paling toleran dalam menjalankan prinsip-prinsip kebebasan beragama sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW.
Baca: Anton Minta Wartawan Tingkatkan Profesionalisme
"Jangan malah seperti di Jabar, yang dikenal sangat Islami malah dalam beberapa dekade terakhir ini dikenal sebagai daerah yang paling Intoleran atau paling rendah dalam menjalankan kebebasan beragama bagi umat lain diluar Islam, bahkan dengan sesama Muslim sendiri yang dianggap berbeda Mazhab," ujar Anton.
"Saya sendiri sebagai Urang Sunda Asli, sekali lagi merasa sangat sedih dan sangat prihatin. Dimana sesungguhnya letak kesalahannya Jabar ini? Pengaruh pemimpinnya, masyarakatnya atau kulturnya ?
Padahal kalau dilihat dari kultur dan karakter Masyarakat Sunda Jabar, dikenal sebagai Suku yang ramah , santun, someah, humoris dan mudah bergaul dengan siapapun. Lalu kenapa dalam hal toleransi beragama jadi berbanding terbalik hasilnya ? Ada apa denganmu Jabar?," gugat Mantan Kapolwil Priangan itu.
Anton menegaskan, hasil riset Setara Institute perlu dijadikan catatan khusus untuk direnungkan dan dievaluasi bersama. Dan dengan adanya hasil riset yang menunjukkan Jabar bertahun-tahun menempati urutan atas provinsi Intoleran, perlu kita awasi dan waspadai bersama bahwa Jabar akan menjadi pemicu gejolak-gejolak masalah Intoleran kedepannya.
"Terutama menjelang 'tahun panas' 2024 ini. Malah lebih dari itu, di awal Januari 2022 ini di Garut malah sudah mulai muncul Deklarasi tentang NII (Negara Islam Indonesia ), yang merupakan perwujudan sikap intoleran terhadap Bangsa dan Negara yang anti Pancasila dan NKRI," pungkas Anton.