Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan, menekankan pentingnya penyelesaian kasus MT Arman 114 dengan arif dan bijaksana.
Menurut Arteria, kasus ini harus mempertimbangkan banyak aspek, tidak hanya yurisdiksi hukum nasional, tetapi juga yurisdiksi hukum internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, yaitu UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut).
"Pemerintah Indonesia harus mencermati kewenangan untuk mengadili dan memutuskan perkara," ujar politisi fraksi PDI Perjuangan tersebut kepada Parlementaria usai pertemuan di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (1/8/2024).
Komisi III DPR RI mengadakan Kunjungan Kerja Reses ke Kota Batam, Kepulauan Riau, untuk menyerap aspirasi terkait persoalan hukum di wilayah tersebut. Salah satu topik utama yang dibahas adalah penanganan kasus kapal supertanker MT Arman 114.
Arteria tidak mempermasalahkan penangkapan yang dilakukan oleh Bakamla, tetapi menyoroti bahwa setelah putusan pengadilan, nakhoda kapal masih buron, dan perlu dicari tahu siapa pemilik kapal MT Arman 114 sebelum pelelangan dilakukan.
Selain itu, Arteria mengingatkan bahwa hubungan antara Indonesia dan Iran perlu dipertimbangkan dalam penyelesaian kasus ini, mengingat Kapal MT Arman 114 menggunakan bendera Iran. Ia menggarisbawahi bahwa penyelesaian kasus ini harus dilakukan dengan kebijaksanaan agar tidak menimbulkan masalah bagi pelayaran maupun.
Arteria juga menyoroti biaya pemeliharaan dan perawatan (Harwat) kapal agar tidak mengurangi nilai aset dari kapal tersebut. Ia menyebut bahwa dalam putusan pengadilan, kapal tersebut berisi kurang dari 272.629,067 MT atau senilai Rp4,6 triliun.
Kapalnya juga sekarang tidak dalam kondisi yang bagus. Yang kedua, pastinya muatannya berkurang ini tanggung jawab siapa?" kata Arteria dengan nada bertanya.
Arteria meminta agar aparat penegak hukum menyikapi persoalan MT Arman 114 dengan bijak. Tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga memperhatikan peradaban kebangsaan. Ia berharap Kepulauan Riau sebagai serambi muka Indonesia, dalam kasus MT Arman bisa ada upaya korektif.
"Upaya penegakan hukum harus menyelesaikan masalah hukum, bukan melahirkan isu hukum baru," pungkasnya.