Ikuti Kami

Banteng Kota Palembang Tolak Revisi Perda Nomor 3 Tahun 2015

Revisi Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. 

Banteng Kota Palembang Tolak Revisi Perda Nomor 3 Tahun 2015
Ketua Fraksi PDI Perjuangan, DPRD Kota Palembang, Duta Wijaya.

Jakarta, Gesuri.id - Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Palembang dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap revisi Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. 

Revisi Perda ini direncanakan untuk menjadi dasar hukum bagi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang akan dikembangkan di Kota Palembang. 

Pernyataan ini ditegaskan oleh Ketua Fraksi PDI Perjuangan, DPRD Kota Palembang, Duta Wijaya Sakti menilai revisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2018, yang mengatur lebih spesifik soal pengelolaan sampah dan energi. 

Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo

"Kami menolak revisi perda ini karena tidak sesuai dengan PP No. 28 Tahun 2018. Sebaiknya dibuat perda baru yang lebih relevan dan komprehensif untuk mengatur secara jelas regulasi terkait PLTSa," tegas Duta kepada Wartawan, Jumat (27/09/24).

Ia juga menambahkan bahwa proyek PLTSa memerlukan regulasi yang lebih komprehensif dan spesifik untuk memastikan pengelolaan sampah yang berkelanjutan serta menjaga lingkungan.

"Pengelolaan sampah menjadi energi merupakan langkah strategis untuk mengatasi masalah sampah di Palembang, tetapi prosesnya harus sesuai dengan aturan hukum yang jelas dan mendukung keberlanjutan lingkungan, bukan sekadar revisi perda saja,"kata Duta yang juga menjabat sebagai Bendahara DPC PDI Perjuangan Kota Palembang.

Lebih lanjut, Duta juga mengkritisi skema perjanjian antara Pemkot Palembang dan PT IGP. 

"Dalam skema perjanjian yang digunakan dalam perjanjian antara Pemkot Palembang dengan IGP adalah skema perjanjian model BOO (Build Own Operate),"ungkapnya.

Duta menyampaikan dalam perjanjian itu, Pemkot Palembang  tidak mendapat bagi hasil dari penjualan listrik ke PT PLN.

"Justru, Pemkot Palembang di bebankan penuh terkiat biaya layanan pengelolaan sampah,"ungkapnya dengan tegas  

Sambung Duta,  jika terjadi pembatalan perjanjian di kemudian hari, Pemkot Palembang juga tidak bisa mengklaim lahan tempat pembangunan PLTSa, yang sepenuhnya akan menjadi milik investor.

“Berbagai alasan ini menjadi dasar kami, Fraksi PDI Perjuangan dengan tegas, menolak PLTSa di Palembang,” pungkasnya.

Baca: Lima Kelebihan Gubernur Ganjar Pranowo

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Palembang dari Fraksi PDI Perjuangan, RM Yusuf Indra Kusuma, mengatakan bahwa pengolahan sampah secara termal dengan melibatkan PT Indo Green Power (IGP) dinilai memang cukup efektif dalam mengatasi persoalan tumpukan sampah di Kota Palembang. 

Namun, hal ini tidak efektif dari segi keuangan daerah. Sebab, Pemkot Palembang harus membayar biaya layanan pengelolaan sampah (BLPS) seharga Rp 400.000 per ton kepada PT IGP.

“Dengan rata-rata sampah perhari 1.200 ton maka biaya yang harus dibayar perhari Rp 480 juta atau sekitar Rp144 miliar per tahun. Tentunya angka ini sangatlah besar, masih banyak yang lebih prioritas lagi" ucap Indra.

Beban biaya BLPS, kata Indra, terlalu tinggi. Bahkan, justu akan membebani APBD Kota Palembang. 

"Kami khawatir justru menjadi piutang saja nantinya, bahkan dikhawatirkan akan timbul masalah baru ke depannya"tutur Indra yang juga menjabat sebagai Ketua DPC BMI Kota Palembang.

Quote