Semarang, Gesuri.id - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah memuji Polri yang menetapkan Pancasila sebagai mata kuliah wajib dalam kurikulum pendidikan tinggi Polri.
Basarah juga menekankan agar kurikulum pendidikan Pancasila yang dijadikan rujukan dalam kurikulum itu haruslah berlandaskan sejarah yang sudah teruji secara akademis.
Perdebatan tentang Pancasila di ruang politik itulah yang melatarbelakanginya maju ke ruang akademis dengan mengikuti program doktor ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, awal 2014.
"Saya menulis disertasi dengan judul 'Eksistensi Pancasila dalam Pengujian UU Terhadap UUD NRI 1945 di Mahkamah Konstitusi: Kajian Filsafat Hukum dan Ketatanegaraan'," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/7).
Baca: Untari Tekankan Pentingnya Keberadaan Madrasah Diniyah
"Disertasi saya secara ilmiah telah diuji oleh dua hakim Mahkamah Konstitusi dan tujuh guru besar lainnya dari berbagai perguruan tinggi. Setelah saya dinyatakan lulus dengan summa cumlaude, disertasi saya itu kemudian dijadikan buku yang berjudul 'Bung Karno Islam dan Pancasila' yang sekarang kita bedah bersama," jelasnya.
Hal itu diungkapkannya dalam acara membahas buku 'Bung Karno, Islam dan Pancasila' karya Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah oleh jajaran di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta.
Basarah melanjutkan perdebatan yang bertujuan untuk melakukan distorsi dan mengaburkan sejarah Pancasila selalu muncul, mulai dari era Orde Baru sampai Orde Reformasi. Ia menambahkan hingga kini masih ada perdebatan tentang Hari Lahir Pancasila hingga kemunculan ideologi transnasional serta upaya membenturkan Pancasila dengan dengan Islam di tengah masyarakat.
"Bahkan ada individu-individu yang juga melakukan penafsiran terhadap sila-sila Pancasila seenak sendiri. Dia bisa menyatakan di ruang publik bahwa ateisme dibolehkan di Indonesia karena sila lain dalam Pancasila membolehkan ateisme itu meski sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa," ujarnya.
"Ada juga yang mengatakan bahwa roh Pancasila itu adalah NKRI Bersyariah, bahkan ada juga yang mengatakan bahwa agama yang benar dan sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Esa hanyalah agama Islam. Realitas yang seperti itu harus diluruskan sekaligus dijaga oleh perwira-perwira TNI, Polri yang hadir di forum ini agar tidak terjadi bias pemahaman Pancasila di tengah masyarakat kita," tegas Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu.
Padahal, seharusnya mereka mengembalikan tafsir itu kepada para perumus Pancasila, yaitu para pendiri bangsa khususnya Bung Karno, jika berbicara mengenai Pancasila dan makna di dalamnya yang jelas-jelas menegaskan bahwa Indonesia adalah negara berketuhanan.
Semua itu saya uraikan dalam buku yang bapak-bapak pegang. Jika pimpinan Polri membaca tuntas buku tersebut, saya yakin polisi dan perwira TNI di negara kita tercinta ini akan memiliki pegangan yang kokoh dalam menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara," tutur Ahmad.
Ia lalu mengatakan Polri memang disiapkan untuk menjadi alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat demi terpeliharanya keamanan dalam negeri.
"Semua tugas tentu dilandasi nilai-nilai Pancasila. Apalagi moral Pancasila itu diperkuat oleh sumpah dan ikrar anggota Polri dalam UU Polri dan Tri Brata yang berjanji akan menegakkan hukum NKRI berdasarkan Pancasila serta komitmen moral dalam Catur Prasetya yang di dalamnya Polri bertekad menjamin kepastian hukum dan menjadi garda terdepan dalam politik penegakan hukum dalam negara Pancasila," tegasnya.
Sementara itu, Agus Mohammad Najib dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjelaskan Polri dan seluruh komponen bangsa hendaknya tidak lagi ragu dengan ajaran Bung Karno yang melahirkan Pancasila.
Baca: Sukur Ajak Kader Banteng Solid & Bekerja Bersama Rakyat
Menurutnya, Bung Karno tidak saja menggali Pancasila dari nilai-nilai luhur dan tradisi yang berkembang sejak ratusan tahun di tanah Nusantara tetapi juga mengombinasikannya dengan pemikiran tokoh-tokoh dunia seperti Muhammad Abduh, Rasyid Rida, Syed Amir Ali, Muhammad Iqbal dari Pakistan, dan banyak pemikir Islam lainnya.
"Jadi, Pancasila yang dilahirkan oleh Bung Karno itu bukan karya main-main, melainkan hasil perenungan panjang yang digali dari nilai-nilai luhur nenek moyang dan hasil pemikiran tokoh-tokoh dunia," jelas Agus.
Masih pada kesempatan yang sama, Islah Bahrawi menjelaskan seharusnya tak ada satu pun warga Indonesia mempersoalkan religiositas bangsa ini jika Pancasila direnungi dengan baik. Apalagi sampai mengangkat isu diizinkannya ateisme di negeri ini.
Islah melanjutkan justru berbekal keyakinan pada Ketuhanan yang Maha Esa, masyarakat Indonesia menjadi rukun tanpa mempersoalkan agama-agama yang berbeda, sedangkan semua penegak hukumnya diharapkan selalu berpatokan pada ajaran agama-agama itu sendiri agar mereka tidak melawan hukum.