Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menegaskan Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Berdasarkan sejarah, menurut Basarah, Pancasila sesungguhnya merupakan hasil kesepakatan dan persetujuan ijtihad para alim ulama yang menjadi pendiri bangsa.
Baca: PDI Perjuangan & PKS Sepakat Gotong Royong Atasi Pandemi
Basarah menyatakan jika ada yang kelompok yang menyebut Pancasila sebagai produk tagut, kafir dan bertentangan dengan ajaran Islam, maka sesungguhnya terjadi penistaan terhadap ijtihad para alim ulama.
“Para alim ulama yang menurut saya keulamaannya, pengetahuan keilmuannya tentang Islam tentu sangat dalam, mau menerima Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pancasila itu bukan nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam,” kata Basarah dalam keterangannya, Selasa (27/4).
Basarah telah menyampaikan itu dalam diskusi Empat Pilar MPR bertajuk “Menangkal Penyusupan Paham Ekstremisme di Kalangan Kaum Muda” di gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/4).
Basarah menyoroti keterlibatan generasi muda dalam aksi bom bunuh diri. Menurutnya, kaum muda memang rentan dipengaruhi untuk melancarkan aksi teror, karena umumnya memiliki jiwa militan yang sangat kuat.
Basarah menambahkan, anak-anak muda itu ditanamkan keyakinan bahwa semua yang dari Barat adalah kafir dan tagut, termasuk soal demokrasi dan Pancasila. Basarah menuturkan selama kurun 2000-2020, tercatat 553 serangan teror di wilayah NKRI.
Artinya, rata-rata setiap bulan terjadi dua kali aksi teror dalam dua puluh tahun terakhir. Dari jumlah tersebut, Basarah menyatakan, beberapa pelakunya tergolong masih muda. Mulai dari Nana Ikhwan Maulana (20 tahun), pelaku bom bunuh diri di hotel Ritz-Carlton pada 2009 hingga Zakiah Aini (26 tahun) pelaku teror di Mabes Polri pada 2021.
Basarah pun mengutip pernyataan mantan pelaku bom Bali, Ali Imron dalam sebuah diskusi di Jakarta, beberapa waktu lalu. Ali Imron hanya membutuhkan waktu dua jam untuk mengubah seseorang menjadi teroris. Namun, menyadarkan teroris membutuhkan waktu yang sangat lama.
“Menurut Ali Imron, pelaku Bom Bali, dalam sebuah diskusi, untuk mengubah seseorang menjadi teroris sangat mudah hanya butuh waktu dua jam. Sementara untuk mengeluarkannya dari kelompok radikalisme itu butuh waktu yang sangat lama. Inilah salah satu alasan mengapa banyak generasi milenial terpapar radikalisme,” kata Basarah.
Baca: PKS Sadari Mesti Belajar Banyak Kedisiplinan PDI Perjuangan
Sementara itu Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, dahulu aksi ekstremisme didorong oleh faktor ekonomi dan kesejahteraan. Kini, menurut Mu'ti alasan tersebut sudah bergeser menjadi persoalan ideologi, demokrasi dan politik.
Keterlibatan generasi milenial dalam aksi ekstremisme, lanjut Mu'ti, karena pada usia muda mereka tengah mencari identitas dan jati diri. Apabila tidak mendapat bimbingan yang benar, maka generasi muda akan mudah terbawa arus yang mempengaruhi. Dilansir dari beritasatu com.