Jakarta, Gesuri.id - Pengamat politik Rocky Gerung mengkritisi pihak yang mengeluhkan bangunan Istana Kepresidenan berbau kolonialisme.
Patut diketahui, narasi itu diembuskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa bau kolonial di Istana Jakarta maupun Bogor.
Rocky Gerung menyampaikan kritikannya itu saat menjadi pembicara dalam acara bedah buku "Merahnya Ajaran Bung Karno" dalam rangka Refleksi Kemerdekaan ke-79 RI yang digelar Persatuan Alumni GMNI Lebak di Museum Multatuli, Rangkasbitung, Banten, Jumat (16/8). Ia berada satu forum dengan Pakar Geopolitik yang juga Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Mulanya, Rocky menyebutkan bahwa museum yang dulu ditempati oleh Max Haveelar atau Multatuli, ini berbau kolonial. Namun, di rumah novelis dari Belanda itu diproduksi narasi pembebasan.
"Kendati ini warisan kolonial, tetapi kita memproduksi narasi pembebasan. Beda dengan seseorang yang minggu kemarin curhat. Buat dia mencium bau kolonial di Istana Merdeka, di Istana Bogor. Tetapi yang dia produksi justru narasi kolonial, divide et empira. Yang dia produksi adalah intimidasi," kata Rocky.
Rocky lalu menyatakan dirinya sebagai bagian GMNI saat ini. Menurut dia, akronim GMNI ialah Gerakan Menyelamatkan Negeri dari Intimidasi.
"Itu poinnya. Bung Karno menyelamatkan Indonesia dari intimidasi kapitalisme-kolonialisme. Melalui narasi, dia pamerkan pengetahuannya di 30 Desember di Gedung Indonesia Mengugat. Saya baca pembelaannya, ada statistik eksploitasi, dia hapal luar kepala. Jadi, diperlukan kecerdasan untuk memimpin Indonesia," kata Rocky.
Rocky kemudian menyepakati ajakan Kepala Museum Multatuli, Ubaidilah Muchtar, yang meminta audiens untuk bahagia karena memotong padi yang ditanam sendiri. Menurut pengajar di Universitas Indonesia (UI) ini, hal itu merupakan prinsip berdikari.
"Bukan bahagia mengonsumsi padi yang diimpor. Saya berbahagia karena saya memotong padi yang saya tanam sendiri. Ada seseorang yang berbahagia memotong beringin. Padahal beringin itu bukan dia yang tanam," kata Rocky.
Patut diketahui, dalam acara ini, hadir narasumber lainnya, yakni Sejarawan Bonnie Triyana, dan penulis Buku Merahnya Ajaran Bung Karno Airlangga Pribadi.
Sementara, ratusan peserta turut hadir dari berbagai unsur organisasi diantaranya PA GMNI, mahasiswa hingga organ pemuda, dan masyarakat di Rangkasbitung.