Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPR RI Puan Maharani bertemu dengan Ketua Majelis Nasional Prancis, Madame Yaël Braun-Pivet. Sejumlah isu menjadi pembahasan dalam pertemuan dua ketua parlemen perempuan dunia itu.
Bilateral meeting antara Puan dan Yaël Braun-Pivet digelar di Palais Bourbon, gedung parlemen Prancis yang berada di Paris, Selasa (5/3). Pertemuan dengan Yaël Braun-Pivet dilakukan Puan dalam rangka menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ketua Parlemen perempuan dunia atau Women Speakers' Summit 2024 yang diselenggarakan di Prancis.
Kedatangan Puan yang didampingi Anggota DPR RI Irine Yusiana Roba Putri dan Duta Besar Indonesia untuk Prancis, Mohamad Oemar disambut langsung oleh Yaël Braun-Pivet sejak dari tangga depan Palais Bourbon. Puan sempat diajak melihat ruang sidang Majelis Nasional Prancis dan diminta mengisi buku tamu.
Selain Yaël Braun-Pivet, sejumlah anggota Parlemen perempuan Prancis ikut menyambut Puan. Di antaranya adalah Madame Valérie Rabault (Wakil Ketua) dan Madame Anne Genetet.
“Selamat Siang, bonjour, terima kasih atas kesempatan pertemuan pada siang hari ini.
Saya juga ingin sampaikan ucapan selamat kepada Majelis Nasional Perancis atas inisiatif mengadakan Women Speakers' Summit 2024,” kata Puan saat bertemu Yaël Braun-Pivet.
Menurut Puan, KTT Ketua Parlemen perempuan yang membahas tentang isu-isu perempuan tersebut sangat penting di saat dunia tengah mengalami berbagai krisis. Dengan berbagai pengalamam dan gagasan, para pimpinan parlemen perempuan dapat memperkuat kerja sama dalam mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
“Sebagai sesama pemimpin Perempuan, kita harus mengupayakan kesetaraan gender dan pemberdayaan Perempuan. Kita merasakan tidak mudah untuk menjadi pempimpin di dunia politik,” tutur Puan.
Ditambahkan Puan, Women Speakers' Summit di bawah naungan Inter-Parliamentary Union (IPU) yang merupakan asosiasi parlemen negara-negara di dunia juga dapat mempercepat pencapaian tujuan sesuai target SDGs atau Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) dalam hal kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
“Dengan fungsi penganggaran, legislasi serta pengawasan, parlemen memiliki posisi strategis dalam mempercepat pencapaian tujuan SDGs-5 ini. DPR RI telah memiliki Kaukus Perempuan Parlemen yang merupakan forum anggota DPR RI lintas partai,” sebut cucu Bung Karno tersebut.
“Semoga forum ini menghasilkan hal positif untuk kepentingan perempuan di dunia,” lanjut Puan.
Yaël Braun-Pivet pun menyambut positif kedatangan Puan dan rombongan di Majelis Parlemen Prancis. Ia mengungkapkan pentingnya diplomasi parlemen dalam kaitan penyelenggaraan Women Speakers' Summit.
“Indonesia memiliki peran penting sebagai negara besar yang tumbuh ekonominya. Saya senang melihat Indonesia punya Ketua Parlemen Perempuan,” ungkap Yaël Braun-Pivet.
Pada bilateral meeting itu, Puan juga berbicara mengenai hubungan Indonesia-Prancis yang telah tumbuh dengan positif lebih dari 73 tahun. Prancis sendiri merupakan salah satu mitra terpenting Indonesia di Eropa di mana kedua negara telah menjalin kemitraan strategis sejak tahun 2011.
Lebih lanjut, Puan mengapesiasi berbagai kemajuan positif dari Rencana Aksi Kemitraan Strategis 2022-2027 yang disepakati Indonesia dan Prancis pada 2021 (Plan of Action for the Deepening of Strategic Partnership).
Puan berharap rencana aksi tersebut bisa semakin mempererat kerjasama kedua negara, termasuk memperkuat kerja sama antara DPR dan Majelis Nasional Prancis sebagai sesama anggota IPU dan forum Parlemen negara G20 (P20). Ia juga mendorong peningkatan ekonomi dan investasi kedua negara.
Secara khusus, Puan meminta dukungan Parlemen Perancis untuk mempercepat perundingan IEU-CEPA (Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement) untuk meningkatkan nilai perdagangan.
“Saya harapkan agar IEU-CEPA segera terlaksana dan dapat meningkatkan nilai perdagangan Indonesia-Uni Eropa, dan juga Indonesia-Prancis,” ujar perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Puan juga meminta dukungan Majelis Nasional Prancis agar Uni Eropa meninjau ulang dan menunda implementasi kebijakan deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation-free Regulation - EUDR), terutama bagi komoditas dari negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Undang-Undang Anti-Deforestasi yang diberlakukan Uni Eropa dibuat agar produk yang masuk pasar Uni Eropa berasal dari sumber yang legal dan tidak menyebabkan deforestasi. Menjadi kontroversi, UU tersebut memunculkan dampak bagi sejumlah ekspor komoditas di Indonesia, khususnya produk Sawit.
“Kebijakan ini telah menjadi hambatan non-tarif bagi produk Indonesia yang memasuki pasar Uni Eropa. Indonesia memiliki komitmen kuat untuk menghasilkan komoditas yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan,” tegas Puan.
Senada dengan Puan, Yaël Braun-Pivet mendukung adanya peningkatan hubungan bilateral kedua negara. Diskusi antara Puan dan Yaël Braun-Pivet berjalan dengan hangat.
Bahkan Yaël Braun-Pivet menanyakan pengalaman Indonesia yang baru saja menggelar Pemilu serentak. Hal ini lantaran Pemilu di Prancis dilakukan secara bertahap antara Pileg dan Pilpres.
“Indonesia sudah melakukan pemilihan umum serentak, dan hal ini cukup berat dilakukan terutama di Indonesia yang luas dan banyak penduduknya,” jelas Puan.
Kepada Puan, Yaël Braun-Pivet juga menanyakan tentang hak-hak perempuan di Indonesia. Selain itu ia bertanya mengenai bagaimana perkembangan implementasi transisi energi di Indonesia sesuai amanat KTT G20.
Puan lantas menerangkan, kesetaraan gender dan perlindungan terhadap perempuan di Indonesia sudah berjalan cukup baik. Termasuk bagaimana saat ini sudah cukup banyak perempuan yang menjadi pemimpin dan menempati banyak posisi strategis.
“Indonesia sudah memiliki UU anti-kekerasan terhadap Perempuan dan anak. Kami berharap lebih banyak Perempuan yang akan menempati posisi-posisi penting di berbagai bidang, termasuk politik. Karena perempuan perlu diberi kesempatan untuk berkarya,” ujar Puan.
Terkait transisi energi, Puan mengatakan sudah ada berbagai kemajuan di Indonesia. Salah satunya dengan membangun digital aspek pada transisi energi pasca pandemi Covid-19.
Mantan Menko PMK ini berharap kerja sama dalam bidang energi terbarukan antara Indonesia demgan Prancis dapat terus berjalan. Apalagi, kata Puan, Indonesia-Prancis dalam KTT G20 tahun 2022 telah menyepakati kerja sama JET-P (Just Energy Transition Partnership).
“Saya mendorong transfer teknologi dan investasi dari Perancis dan juga penguatan SDM di Indonesia, untuk mendukung percepatan transisi energi di Indonesia,” urainya.
Selain mengenai transisi energi, Yaël Braun-Pivet bertanya tentang isu agama di Indonesia dalam kaitan dengan praktik radikalisme. Majelis Nasional Prancis juga menanyakan mengenai omnibus law Cipta Kerja yang sempat menjadi kontroversi di Indonesia.
Menjawab pertanyaan soal radikalisme agama, Puan menegaskan Indonesia sudah berhasil mengelola isu tersebut sehingga Indonesia kini dikenal sudah lebih toleran dan moderat.
“Untuk hal ini dilakukan berbagai cara termasuk adanya UU Anti-terorisme, serta melibatkan tokoh agama dan masyarakat,” terang Puan.
Sementara itu mengenai Omnibus Law, Puan mengakui memang masih diperlukan berbagai langkah untuk memperbaiki dan meningkatkan pasal-pasal dalam UU Cipta Kerja.
“Namun data menunjukkan bahwa penanaman modal asing sudah meningkat hingga 40% pada beberapa tahun terakhir ini. Kita berharap ke depan lebih banyak investasi Prancis di Indonesia,” paparnya.
Kembali berbicara tentang isu perempuan, Puan menegaskan Indonesia memiliki banyak produk hukum yang mendukung hak-hak dan perlindungan perempuan.
Terutama setelah Puan menjadi Ketua DPR, ada banyak afirmatif action untuk mendukung agar syarat 30% calon anggota parlemen perempuan dari parpol dilaksanakan. DPR di bawah kepemimpinan Puan juga banyak menghasilkan dan mengusulkan produk legislasi yang mendukung hak-hak perempuan.
Misalnya UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS, dan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).
“UU TPKS menjadi UU anti-kekerasan seksual dan lewat RUU KIA, kami mendorong adanya hak cuti ayah bagi pekerja yang istrinya melahirkan,” jelas Puan.
Puan pun lalu ikut bertanya, mengapa ada perbedaan gaji bagi perempuan dan laki-laki di Prancis. Yaël Braun-Pivet mengakui tentang hal tersebut dan menjelaskan perbedaan gaji perempuan 25% lebih sedikit dibanding bagi pekerja laki-laki.
“Namun hal ini karena durasi kerja dari pemberi kerja yang lebih sedikit bagi perempuan dibanding laki-laki. Dengan masa kerja sama, perbedaannya 15%. Untuk posisi pekerja full time, ada perbedaan sekitar 4%,” paparnya.
Yaël Braun-Pivet juga mengakui masih kurangnya akses perempuan di Prancis untuk menduduki jabatan-jabatan penting.
“Secara prinsip memang sudah ada kesamaan hak antara laki-laki dan Perempuan, namun untuk kesempatan yang riil masih perlu waktu,” aku Yaël Braun-Pivet.
Puan lantas menyimpulkan, perjuangan untuk adanya kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan masih belum selesai sehingga perlu untuk terus diperjuangkan.
Yaël Braun-Pivet menyetujui kesimpulan yang disampaikan Puan itu. Ia juga menyatakan Indonesia sangat berperan dalam mendorong pemberdayaan perempuan di ASEAN.
“Indonesia aktif membahas isu perempuan di AIPA 2023, di bawah kepemimpinan Ibu Puan Maharani. Indonesia juga aktif pada isu perempuan di Afganistan dan di tingkat global, Indonesia berperan untuk mendorong hal ini,” kata Yaël Braun-Pivet.
Dalam kesempatan yang sama, Puan sekaligus mengundang Ketua Majelis Nasional Prancis untuk hadir dalam agenda Parliamentary Meeting pada the World Water Forum (WWF) ke-10 yang akan digelar di Bali pada 19-21 Mei mendatang di mana DPR bertindak sebagai tuan rumah.
WWF merupakan pertemuan utama parlemen di tingkat global yang membahas isu air dan sanitasi, terutama dalam menghadapi kelangkaan pasokan air bersih.
“Parlemen harus berkontribusi mengatasi isu pasokan air bersih dan sanitasi, dan dalam mencapai targer SDG 6. Saya ingin mengundang ibu Presiden Majelis Nasional Assembly untuk menghadiri acara tersebut,” tutup Puan.