Jakarta, Gesuri.id - Dipenghujung masa kekuasaan Jokowi-Ma'ruf publik disuguhkan pemandangan di mana sejumlah BUMN berbondong-bondong mengusulkan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk tahun 2024 dan 2025 kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu RI).
Alasannya, PMN diperlukan untuk menjalankan penugasan dari pemerintah.
Adapun PMN yang diusulkan Kementerian BUMN untuk beberapa BUMN tersebut nominalnya mencapai Rp44,24 triliun.
Baca: Efek Ganjar di Pilkada 2024 Usai Jadi Elit PDI Perjuangan
Dari usulan nominal tersebut beberapa BUMN yang diusulkan untuk mendapatkan PMN rinciannya adalah PT KAI sebesar Rp1,8 triliun, PT Pelni (Persero) sebesar Rp2,5 triliun, PT INKA sebesar Rp976 milyar, Perum DAMRI sebesar Rp1 triliun.
Tak hanya PMN untuk Tahun Anggaran 2025, KemenBUMN juga tengah bernegosiasi dengan Kementerian Keuangan terkait dengan PMN melalui cadangan investasi APBN 2024 senilai total Rp13,6 triliun.
Nantinya dana cadangan ini diusulkan agar beberapa BUMN mendapatkan PMN. Seperti, PT KAI sebesar Rp2 triliun, PT INKA sebesar Rp1 triliun, PT Pelni sebesar Rp3 triliun.
Khusus untuk tahun 2025, KemenBUMN mengungkapkan bahwa dana PMN yang diusulkan sebesar Rp44,24 triliun yang diperuntukkan bagi 16 perusahaan BUMN. Dua dia antaranya yaitu PT Hutama Karya diusulkan dapat PMN sebesar Rp13,86 triliun dan PT Asabri sebesar Rp3,61 triliun
Menyikapi fenomena tersebut Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengatakan, pemberian PMN sesungguhnya tidak membuat kinerja BUMN jadi lebih baik dalam prakteknya. Di mana, kata dia, PMN pada hakikatnya justru menghambat tumbuh kembangnya ruang kreasi dan inovasi di tubuh BUMN-BUMN itu sendiri.
Darmadi juga menilai, jika BUMN terus mengiba untuk mendapatkan PMN dengan alasan untuk ekspansi bisa dipastikan kondisi tersebut justru akan kontraproduktif.
"Kebiasaan demikian sebenarnya justru menutup peluang BUMN itu sendiri dalam mendapatkan ceruk pasar yang justru terbuka lebar di era globalisasi seperti saat ini. Yang jelas BUMN akan stagnan karena tidak punya keinginan masuk dalam arena kompetisi pasar karena terus dimanjakan dengan adanya PMN. Jika mental ini terus hidup di tubuh BUMN pasti kinerja mereka akan terus merosot," kata Bendahara Megawati Institute itu kepada wartawan, Rabu (12/07/2024).
Selain itu, kata dia, tata kelola manajemen yang kurang kredible juga menjadi salah satu faktor di mana penggunaan PMN kerap mengalami inefisiensi dalam prakteknya.
"Berdasarkan catatan kami, dana PMN yang digelontorkan selama ini banyak yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, bahkan cenderung merugikan keuangan negara. Ini semua terjadi imbas tidak adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan PMN selama ini," urainya.
Darmadi juga mengungkapkan, selama ini keterbukaan dan akuntabilitas belum menjadi pedoman yang jelas bagi BUMN-BUMN yang ada utamanya pasca mereka mendapatkan PMN.
"Ketika mereka mendapatkan PMN biasanya mereka enggan mengungkap secara transparan kepada publik terkait untuk apa saja penggunaan PMN itu. Wajar jika publik ragu, distrust dan sinis tentang efektivitas penggunaan dana PMN oleh BUMN. Publik juga meragukan apakah PMN yang digelontorkan bisa berkontribusi terhadap perekonomian nasional di tengah masih banyaknya penyakit moral hazard di tubuh BUMN selama ini," sindir Politikus PDIP itu.
Selain sejumlah persoalan di atas, Darmadi juga tak memungkiri, penggunaan PMN jadi tidak efisien selama ini karena adanya pengaruh atau cawe-cawe kepentingan politik tertentu.
"Dan ini tak bisa dipungkiri. Kepentingan politik tertentu yang ikut cawe-cawe tersebut biasanya menyelundupkan sejumlah kepentingan mereka dengan dibungkus program untuk kemudian program selundupan itu mereka salurkan ke spot-spot di mana mereka punya kekuasaan dominan di spot-spot itu. Ini yang membuat penggunaan PMN jadi runyam karena banyak terjadi conflict of interest di dalamnya," ungkap dia.
Padahal, kata dia, praktek semacam itu (jika kepentingan politik ikut cawe-cawe) bisa mengaburkan penggunaan PMN untuk BUMN nantinya.
"Alokasi PMN jadi bancakan semata ujungnya. Karena kebijakan yang dibuat tidak base on pada kriteria bisnis yang terukur dan memadai. PMN hanya sekedar bagi-bagi kue antara kepentingan politik tertentu dengan eksekutor (BUMN penerima PMN)," sindirnya.
Darmadi mengingatkan, sebelum PMN diberikan kepada BUMN yang mengusulkan, alangkah baiknya kinerja operasional mereka dipastikan dalam kondisi optimal.
"Sebab jika penggunaan PMN tidak dibarengi dengan keinginan untuk meningkatan produktivitas dan efisiensi operasional, uang milik rakyat tersebut dipastikan akan menguap begitu saja," tandasnya.
Baca: Adian, Ganjar, Ahok Diyakini Tingkatkan Kinerja PDI Perjuangan
Oleh karenanya, menurut dia, perlu pendekatan yang komprehensif agar PMN yang diberikan berdampak positif terhadap pembangunan dan perekonomian nasional.
"Salah satu pendekatan yang perlu dilakukan di antaranya soal transparansi tata kelola BUMN dan akuntabilitas dalam penggunaan PMN," kata Darmadi menyarankan.
Selain itu, kata dia lagi, BUMN juga perlu didorong untuk melakukan terobosan-terobosan dalam mencari sumber-sumber pembiayaan dari pasar agar tidak terus bergantung kepada skema pembiayaan dari keuangan negara.
"Bukankah BUMN dirancang untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan memberikan manfaat kesejahteraan bagi rakyat. Buat apa ada BUMN jika dalam prakteknya hanya merengek dan memberatkan keuangan negara yang bersumber dari rakyat," tegasnya.