Jakarta, Gesuri.id - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyampaikan program edukasi dan intervensi gizi penting untuk mencegah anak gagal tumbuh atau stunting.
"Program edukasi penting agar anak tidak salah gizi dan yang juga harus diperhatikan adalah pengamatan terhadap kondisi gizi anak," ujar Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo dalam konferensi pers bertajuk "Smart Sharing: Program Kerja Sama Penurunan Angka Stunting di Indonesia" di Jakarta, Selasa (4/5).
Ia menyampaikan bahwa jumlah kasus stunting di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 27,67 persen.
Baca: Perangi Stunting, Ansy Gandeng KKP Kampanyekan GEMARIKAN
"Angka ini masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal stunting yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu kurang dari 20 persen," katanya.
Bahkan, lanjut dia, hingga akhir tahun lalu, status Indonesia masih berada di urutan empat dunia dan urutan ke-2 di Asia Tenggara terkait kasus balita stunting.
Ia mengatakan penyebab tingginya angka stunting di Indonesia dikarenakan juga sebagian kelahiran bayi di Indonesia sudah dalam kondisi kekurangan nutrisi, lalu dibesarkan juga kurang zat gizi.
Sunarjo mengatakan masa 1.000 hari pertama atau sekitar tiga tahun kehidupan sejak masih dalam kandungan merupakan masa penting pembangunan ketahanan gizi.
Baca: Cegah Stunting, Ini Cara Terbaru BKKBN
"Lewat dari 1.000 hari, dampak buruk kekurangan gizi akan sulit diobati. Kekurangan gizi pada ibu hamil juga bisa memicu stunting," katanya.
Nutrisi, lanjut dia, memang mengambil peran penting sehingga perlu menjadi perhatian lebih bagi calon orang tua baik sejak masa perencanaan, kehamilan,
hingga menyusui.
"Kami sebagai penyedia produk nutrisi untuk ibu hamil, sangat menaruh perhatian dan mendukung pemberian nutrisi terbaik pada 1.000 hari pertama kehidupan, terutama nutrisi makro dan mikro yang penting dikonsumsi," kata Sinteisa.