Jakarta, Gesuri.id - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai ada sejumlah pihak yang dinilai sengaja membesar-besarkan isu virus Corona di Indonesia, sementara kasus kematian akibat Demam Berdarah (DBD) di NTT sudah di angka 139 orang.
Baca: Pemerintah Optimalkan Gugus Tugas Penanggulangan Corona
"Hari-hari ini kita bersama mencermati terhadap penyebarluasan virus Corona. Ada pihak-pihak yang mencoba membesarkan persoalan tersebut," kata Hasto ketika membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) I DPD PDI Perjuangan Banten, Serang, akhir pekan lalu.
Angka tersebut, lanjut Hasto, sudah melebihi jumlah kasus virus Corona yang per Jumat (13/3) kemarin berada di angka 69.
"Bertahun-tahun kita berjuang bagaimana agar rakyat terbebas dari berbagai penyakit tuberkulosis dan yang meninggal begitu besar. Demam Berdarah kemarin di NTT sudah 139 kasus, melebihi virus Corona," ujar Hasto.
Hasto menjelaskan, sebagai bangsa yang merdeka, bila masyarakat Indonesia berjuang bersama untuk merdeka, maka kemerdekaan bisa dicapai.
Salah satu mimpi dari para pendiri republik adalah bagaimana bangsa ini bisa memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang salah satu instrumennya dapat dinilai dari aspek kesehatan.
Hasto pun memaparkan betapa hebatnya bangsa Indonesia dalam menghadapi segala jenis penyakit.
Mulai dari menghadapi wabah penyakit kolera, tipes, dan penyakit rakyat lainnya.
Untuk itu, ia pun turut menegaskan, dalam menghadapi virus Corona, bangsa Indonesia harus kembali menggelorakan tekat yang sudah dirintis para pendiri republik.
Bahwa bangsa Indonesia harus berdikari, termasuk dalam urusan kesehatan.
"Dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini kita harus menggelorakan kembali sebuah tekat yang sudah dirintis para pendiri republik bahwa dalam hal kesehatan, Indonesia tidak boleh tergantung pada bangsa lain," tegas Hasto Kristiyanto.
Sebanyak lima warga Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), meninggal akibat Demam Berdarah Dengue (DBD).
Bupati Belu Willy Lay mengatakan, semua korban berusia di bawah 10 tahun.
Pihak keluarga takut membawa para korban itu ke rumah sakit.
"Mereka takut karena tidak punya BPJS," kata WIlly saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/3/2020). Sebagian besar dari korban meninggal karena DBD berasal dari keluarga dengan ekonomi lemah.Mereka tak punya uang untuk mengobati keluarga yang terjangkit DBD.
"Sehingga pasien yang mereka bawa ke rumah sakit itu sudah dalam keadaan kritis," ujar Willy.
Willy menyaksikan sendiri fenomena itu ketika berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah (Attambua).
Pemkab Belu telah mengambil langkah cepat menekan jumlah penderita dan korban DBD.
Salah satunya, dengan menggratiskan biaya berobat terhadap seluruh pasien DBD yang dirawat di rumah sakit.
"Semua pasien yang datang berobat tidak usah bayar. Gratis dulu, supaya mereka tidak takut datang. Ada BPJS atau pun tidak, tetap harus ditangani," jelasnya.
Pemkab Belu telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh desa, lurah, camat, dan instansi terkait lainnya.
Baca: Ramai Isu Lockdown, Selly: Perlindungan Bukan Menyusahkan
Surat edaran itu menginstruksikan seluruh pasien yang Demam harus segera dibawa ke pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan rumah sakit terdekat.
"Jangan pikir biaya. Pemerintah harus hadir di saat seperti ini,"kata Willy.
Sejauh ini, sebanyak 355 pasien penderita DBD di Kabupaten Belu yang tercatat sejak Januari hingga Maret 2020.