Ikuti Kami

Darmadi Durianto: Indonesia Memang Harus Bernegosiasi Dengan AS, Terkait Tarif Trump

Darmadi: Kekuatan kita tidak cukup melakukan retaliasi. Hanya China yang berani melakukan itu.

Darmadi Durianto: Indonesia Memang Harus Bernegosiasi Dengan AS, Terkait Tarif Trump
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mendukung langkah Pemerintah memprioritaskan jalur negosiasi merespons kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan tarif timbal balik (resiprokal) sebesar 32 persen. Ia mengatakan, Indonesia memang harus bernegosiasi dengan AS.

“Karena kalau retaliasi (tindakan balasan) tidak mungkin. Kekuatan kita tidak cukup melakukan retaliasi. Hanya China yang berani melakukan itu,” kata Darmadi, Selasa (15/4/2025).

Darmadi mengakui, negosiasi ini bukanlah hal yang mudah. Dia menaruh harapan besar agar tim negosiator yang dikirim ke AS adalah tim terbaik sehingga hasil yang diperoleh maksimal. Paling tidak, tarif yang dikenakan kembali seperti dulu.

Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan, selama ini Indonesia termasuk negara yang menikmati bea masuk 0 persen atas produk ekspor Indonesia ke AS. Dia mencatat, setidaknya terdapat 3.800 produk asal Indonesia yang kena 0 persen.

Ribuan produk tersebut, dua di antaranya berasal dari industri unggulan yang menyerap tenaga kerja cukup besar. Yakni industri tekstil dan mebel furnitur dengan nilai ekspor per tahunnya mencapai 6 miliar dolar AS.

Kalau (negosiasi) ini sampai gagal, lanjutnya, maka barang kita akan jadi mahal, demand dari Amerika akan turun.

“Tidak ada cara lain bahwa negosiasi ini harus dilakukan dengan semaksimal mungkin agar kita tidak terkena dampak akibat tarif dagang ini,” ujarnya.

Karena itu, dia mendorong agar negosiasi dengan AS ini difokuskan kepada industri-industri yang labour intensif. Ini penting agar pengenaan tarif resiprokal ini tidak sampai berimbas kepada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada industri dalam negeri.

Dia mengingatkan, industri tekstil saja ini menyerap sebanyak 4 juta lebih tenaga kerja, sementara industri mebel furnitur sebanyak 1 juta lebih.

“Ini potensi yang berbahaya kalau ditotal sudah 6 juta lebih (tenaga kerja) dan menyumbang 6 miliar dolar AS tahun 2024. Nah ini harus dinegosiasikan. Karena kalau nggak, langsung kena,” pungkasnya.

Sumber: rm.id 

Quote