Ikuti Kami

Darmadi Tegaskan Kesejahteraan Rakyat Harusnya Meningkat

Lebih dari 80 persen masyarakat Indonesia memiliki pengeluaran kurang dari Rp 2 juta per bulan, jauh dari angka rata-rata PDB per kapita. 

Darmadi Tegaskan Kesejahteraan Rakyat Harusnya Meningkat
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto.

Jakarta, Gesuri.id - IMF menempatkan Indonesia di peringkat ke-8 dengan Produk Domestik Bruto (PDB) berbasis Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity/PPP) sebesar 4,7 triliun dolar AS. 

Posisi ini menempatkan Indonesia di atas negara maju seperti Prancis dan Inggris. Namun, apakah peringkat tersebut benar-benar mencerminkan kesejahteraan masyarakat Indonesia?

Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mengatakan, dalam konteks PPP, Indonesia memang memiliki daya beli ekonomi yang besar. Namun, peringkat ini berbeda dengan perhitungan GDP berdasarkan nilai tukar pasar (market exchange rates), yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-16 dengan GDP sebesar 1,39 triliun dolar AS pada 2023.

Menurut dia, perbedaan perhitungan ini sering menimbulkan informasi yang menyesatkan (misleading). Bahkan, ada pihak yang sengaja menggiring opini publik dengan mengkalikan GDP PPP dengan nilai tukar pasar, menghasilkan angka dalam bentuk rupiah yang jauh lebih besar dari realitas ekonomi masyarakat.

Baca: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan

“Jika kita ingin menjadikan peringkat ke-8 ini sebagai indikator kesejahteraan masyarakat, maka ‘jauh panggang dari api’,” tegas Darmadi. 

Besarnya populasi Indonesia membuat kue ekonomi yang diukur dari PDB tidak terbagi merata. Ketimpangan ekonomi yang masih tinggi (0,381 per September 2024) menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat hanya merasakan sedikit manfaat dari angka GDP yang besar.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada 2023, PDB Indonesia mencapai Rp 20.892,4 triliun atau sekitar Rp 75 juta per kapita per tahun (4.919,7 dolar AS per kapita). Dengan angka ini, Indonesia masuk dalam kategori upper-middle income country.

Namun, realitas di lapangan berbicara lain. Sebagian besar masyarakat masih hidup dengan pengeluaran jauh di bawah angka rata-rata tersebut.

Lebih dari 80 persen masyarakat Indonesia memiliki pengeluaran kurang dari Rp 2 juta per bulan, jauh dari angka rata-rata PDB per kapita. 

Baca: Ganjar Pranowo Berkomitmen Hadirkan Pemerataan Pembangunan

Darmadi menekankan, GDP sering kali digunakan sebagai indikator utama dalam menilai kemajuan ekonomi suatu negara. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat.

“Peringkat ke-8 ekonomi terbesar hanya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan jika mampu menarik investasi, menciptakan lapangan kerja berkualitas, meningkatkan peringkat kredit Indonesia, serta memperkuat sektor riil,” jelasnya.

Karena itu, indikator ekonomi lainnya seperti Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kebahagiaan, Indeks Ketimpangan dan Indeks Kesejahteraan Ekonomi Berkelanjutan harus turut diperhitungkan untuk memahami kondisi sosial-ekonomi secara lebih komprehensif.

“Jangan sampai statistik ekonomi seperti GDP hanya menjadi ilusi tanpa makna bagi kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.

Quote