Busan, Gesuri.id - Politisi PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus mengatakan penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa (HC) on Political Science oleh Pukyong National University, Busan. Korsel untuk Ketua DPR RI yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani bukan tanpa alasan sebab Puan bukan orang sembarangan.
Baca: Puan Rumuskan Agenda Strategis Menuju Indonesia Emas 2045
Tercatat, Puan adalah politisi perempuan peraih suara terbesar dalam sejarah pemilu dan Ketua DPR RI perempuan pertama sekaligus juga perempuan pertama dan termuda yang menjadi menteri koordinator dalam sejarah kabinet di Indonesia.
"Dua hari lalu kami tiba di Seoul, Korea Selatan disambut suhu udara yang lembut. Sesekali hembusan angin dingin kadang terasa menggigit, membekukan otot. Kami datang dengan agenda tunggal, menghadiri penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa (HC) on Political Science untuk Ibu Puan Maharani, Ketua DPR RI yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan," ujar Deddy Sitorus dalam keterangan tertulisnya diterim Gesuri.id, Selasa (8/11).
"Mungkin banyak orang nyinyir, ahh…itu kan karena beliau cucu dan anak Presiden," ungkapnya.
Menurut Deddy, hal itu merupakan framing yang selalu dilontarkan para haters dan pasukan cyber bayaran, apapun yang dilakukan oleh Mbak Puan, sebab mereka lupa bahwa Puan sejak usia sangat dini sudah berada di pusaran epicentrum politik negeri ini.
Dalam usia sangat muda, lanjut Deddy, Puan sudah berkeringat dari desa ke desa untuk mencari dukungan sebagai calon anggota legislatif dan diberi tanggung jawab ikut mengurus partai paling besar di republik ini pasca orde baru.
"Jabatan menteri koordinator dan ketua DPR tidaklah datang tanpa keringat dan pengorbanan," tandasnya.
Apapun pendapat tentang Mbak Puan, ujar Deddy, baginya dan banyak orang beliau adalah “Pelaku Sejarah”. Puan, kata Deddy, bukan orang yang suka menghabiskan banyak waktu untuk “membaca” tentang kehidupan dari menara gading atau orang yang punya kemewahan untuk merenung tentang realita dari atas awan.
Puan, seorang manusia biasa yang dengan segala privelege yang dimiliki, memilih untuk berinteraksi dengan rakyat biasa dan bertarung di ruang politik yang sangat feodal dan “male dominated” di Indonesia.
"Mbak Puan adalah pribadi yang sangat sering disalahartikan, bahkan seringkali menjadi korban bully di media sosial maupun media mainatream. Tetapi tak sedikitpun terlihat dia terganggu atau surut langkah. Saya membayangkan bahwa dalam batinnya beliau menyadari bahwa apa yang dialaminya belum apa-apa dibandingkan pengalaman politik pahit yang harus dijalani kedua orang tuanya. Atau bahkan kakeknya, Sang Proklamator, Bung Karno," jelasnya.
Dalam banyak hal dan kesempatan, Deddy mengatakan dirinya menyimpulkan bahwa Puan memiliki karakter dan kepribadian yang kuat. Dia tidak harus membuktikan apa-apa pada siapapun, selain kepada rakyat yg dicintainya atau Partai yang memungkinkan dia ikut membangun jejak peradaban politik di negeri ini.
"Saya tidak meragukan bahwa gelar Doktor Honoris Causa yang didapatkan Bu Puan adalah hal yang pantas, etis dan sudah selayaknya. Dalam konstalasi politik Indonesia kontemporer, saya tidak melihat figur lain dari generasinya yang bisa menjadi rujukan inspiratif," ujarnya.
Baca: MoU PKNU-Kampus RI, Puan: Pendidikan Investasi Negara
Deddy menambahkan seluruh kompleksitas hidup yang dialami Puan sejak masa kecil, perjuangan politik sejak usia muda hingga tantangan yang dihadapinya dalam pertarungan politik dalam sepuluh tahun terakhir memang pantas diapresiasi. Universitas Pokyang di Busan, Korea Selatan membuktikan itu dengan memberikan gelar akademis terhormat.
"Jalan politik Mbak Puan masih sangat panjang dan terjal. Tapi tidak ada keraguan bahwa puluhan tahun ke depan dia akan tetap menjadi politisi perempuan yang paling diperhitungkan di negeri ini," ungkap Deddy.
"Udara di Busan sangat dingin, tulang terasa ngilu setiap kali angin datang menerpa. Tetapi saya bisa menangkap gelora semangat yang membara dalam jiwanya untuk mendobrak dominasi laki-laki dalam puncak piramida politik di Indonesia. Bagi saya itu adalah visi, berangkat dari semangat pengabdian untuk mengubah sejarah bagi kaumnya, perempuan Indonesia. Bukan ambisi politik murahan! Selamat berjuang, Mbak!," pungkasnya.