Ikuti Kami

Deddy Minta Pemerintah Berani Berantas Semua Mafia Sertifikat Tanah

Persoalan penerbitan sertifikat di kawasan laut, Deddy Sitorus merasa heran mengapa narasi yang muncul hanya sebatas sanksi berat.

Deddy Minta Pemerintah Berani Berantas Semua Mafia Sertifikat Tanah
Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus mengatakan setuju ada pembatalan sertifikat di sejumlah kawasan yang masuk dalam area laut

Salah satunya adalah di kawasan Kabupaten Tangerang Banten.

Namun ia ingin agar Menteri ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional) Nusron Wahid untuk menjelaskan berapa besaran luas dari lahan yang disertifikasi tersebut.

“Ada pembatalan HGB dan Hak Milik tapi tidak disebutkan berapa luasnya, hanya ada 50 total bidang,” kata Deddy saat Rapat Kerja dengan Menteri ATR BPN di Senatan, Jakarta Pusat, Kamis (30/1).

Baca: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan 

Menurutnya, tak akan ada mafia tanah dan konflik agraria jika tidak ada peran aktif oknum di Kementerian ATR/BPN maupun Badan Pertanahan Nasional yang bermain-main untuk kepentingan diri sendiri dan golongan. Sebab, penerbitan dan pembatalan sebuah kawasan lahan merupakan otoritas dari lembaga tersebut.

“Tidak akan ada mungkin mafia tanah dan tidak ada konflik kalau tidak ada keterlibatan dari insan BPN, dan hari ini terbukti,” ujarnya.

Persoalan penerbitan sertifikat di kawasan laut, Deddy Sitorus merasa heran mengapa narasi yang muncul hanya sebatas sanksi berat. Menurutnya, tak akan ada dampak efek jera terhadap para pelaku sindikat mafia sertifikat tanah tersebut jika sanksi berat menjadi muara dari proses yang dilakukan.

“Kenapa ini sanksi berat ? Apakah ini persoalan administrasi ataukah persoalan pembegalan hukum? Tidak ada mens rea di sini, untuk keuntungan pribadi atau kejahatan hukum ?,” ketusnya.

“Tidak cukup hanya sanksi berat. harus proses hukum, karena ini kejahatan, bukan malpraktik yang hanya berkonsekuensi sanksi,” sambung Deddy.

Untuk memproses kasus penerbitan sertifikat lahan baik dalam bentuk SHGB (sertifikat hak guna bangunan) maupun SHM (sertifikat hak milik), tidak bisa serta merta dicabut atau dibatalkan begitu saja. Harus ada prosedur hukum yang dijalankan untuk memastikan apakah kebijakan penerbitan tersebut masuk dalam kategori pelanggaran hukum atau tidak.

“Kalau nggak bisa dibatalin pak, itu yang menerbitkan sertifikatnya proses hukum dulu pak, sehingga bisa dibatalkan bahwa itu produk cacat hukum. Jangan nunggu fatwa dari Kejaksaan,” ucapnya.

Dalam perkara ini, pemilik nama lengkap Deddy Yevri Hanteru Sitorus tersebut memohon agar Nusron Wahid sebagai Menteri ATR/BPN lebih mengedepankan proses hukum, sehingga nantinya akan ada efek jera yang ditumbulkan.

Baca: Ganjar Pranowo Hadirkan Pendekatan Yang Berbeda ke Masyarakat

“Saya sangat berharap ada penegakan hukum di sini agar ada efek jera,” tandasnya.

Ia juga ingin agar nantinya Nusron Wahid dianggap publik sebagai sosok yang meninggalkan kebijakan yang luar biasa, karena mampu melakukan pembersihan oknum-oknum bermasalah di dalam institusinya. Sehingga nantinya, Kementerian ATR/BPN khususnya dapat melakukan tugas-tugas dengan lebih baik lagi demi kepentingan bangsa dan negara, khususnya rakyat kecil.

Terlebih, ia juga menyinggung kasus reforma agraria yang sering terjadi di lapangan hanya membuat antara rakyat dan aparat saling adu kekuatan. Sementara di balik konflik tersebut, ada orang-orang rakus yang sedang menikmati kesengsaraan rakyat Indonesia.

“Agar Bapak bisa memulai memimpin ATR/BPN ini dengan legacy, pembersihan dari dalam. Narasi penegakan hukum itu harus sangat kuat, sehingga semua yang ada di layar ini sekarang semua ada rasa takut,” pungkasnya.

Quote