Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus mengakui, hadirnya Jokowi dalam panggung politik di Indonesia merupakan kesalahan besar. PDI Perjuangan tidak menyangka Jokowi yang dididik jadi kader, justru merusak demokrasi di akhir masa jabatannya sebagai presiden.
Deddy menyampaikan permohonan maaf mengenai hadirnya Jokowi dalam politik Tanah Air.
"Terus terangnya, mohon maaflah Jokowi hadir dalam panggung politik dosa kita [kami-Red], tapi kan kita enggak dosa dengan kelakuannya semua, kan," kata Deddy saat menghadiri rilis survei dari Nagara Institute dengan tema Toleransi Pemilih Terhadap Politik Dinasti pada Pemilu dan Pilkada 2024 di Kantor Nagara Institute, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (19/12).
"Masa kita harus tanggung jawab juga [semuanya]? Yang bener aja dong kita tanggung jawab, dia (Jokowi bertanggung jawab) sama Tuhan," tambahnya.
PDI Perjuangan adalah kendaraan politik Jokowi saat meniti karier sebagai wali kota Solo dua periode, gubernur Jakarta, dan presiden dua periode. Anak dan menantu Jokowi juga memakai PDI Perjuangan sebagai kendaraan untuk maju wali kota Solo (Gibran RR) dan wali kota Medan (Bobby Nasution).
Anggota Komisi II DPR yang dikenal vokal ini mengatakan, sistem politik di Indonesia sebenarnya sudah sangat baik jika dijalankan sebagaimana mestinya.
Akan tetapi, pada praktiknya, para elite politik menjadi pihak yang merusak demokrasi. Melalui politik uang hingga pihak yang ingin terus berkuasa menggunakan berbagai macam cara.
"Saya sepakat, apa sih jantung dari demokrasi? Ya, pemilu. Karena demokrasi itu berasal dari kata demos [rakyat] dan kratos [kekuasaan]. Dari situ aja kan sudah jelas definisinya. Artinya kekuasaan oleh rakyat. Bukan kekuasaan rakyat yang diwakilkan, makanya prinsip pemilu adalah langsung, umum, bebas, rahasia," ucap Deddy.
Deddy menekankan, rusaknya demokrasi, tidak fair jika menyalahkan rakyat. Ia menegaskan, yang harus bertanggung jawab adalah elite politik dan partai.
"Siapa yang rusak? Rakyatnya? Ya elitenya, calonnya, partainya. Karena apa? Karena memang itu tadi pelembagaan partai politik itu enggak jalan, rekrutmen itu enggak jalan dengan baik. Itu problem, luar biasa, jadi jangan salahkan rakyat," ujar Deddy.
"Kenapa rakyat akhirnya mau terima (duit)? 'Ya gue 5 tahun enggak tahu lu (calon anggota dewan dan kepala daerah) ngapain, lu dateng lagi minta suara gue, bayar dong. Lu kan dapet gaji, dapet privilege, masa kita gak dapet apa-apa'. Akhirnya kan orang berpikir seperti itu," pungkasnya.
Sumber; m.kumparan.com