Jakarta, Gesuri.id - DPR RI bersama Kementerian Hukum dan HAM sepakat tidak mencabut pasal yang mengetur soal penghinaan kepada presiden dalam RKUHP.
Pasal tersebut merupakan salah satu pasal yang ditentang publik dan menjadi tuntutan demo mahasiswa, seperti BEM UI, UPN Veteran Jakarta, dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Baca: Banteng Jateng Gelar Pameran dan Lomba Burung Berkicau
“Saat ini yang dipermasalahkan oleh para adik-adik mahasiswa adalah penghinaan presiden yang dicabut oleh MK. Kalau kau merasa dalam diri kau ini adalah suatu bentuk hinaan, maka boleh dong untuk menuntut," kata Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) di Jakarta, Rabu (29/6).
Politikus PDI Perjuangan itu menerangkan walaupun seseorang duduk menjabat sebagai presiden, namun hakikatnya dia adalah seorang manusia yang juga memiliki perasaan dalam diri.
"Presiden ini juga seperti kita. Beliau juga manusia. Siapapun presidennya beliau juga seorang manusia," kata Bambang Pacul.
Bambang Pacul mengungkapkan dengan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP, maka presiden diberikan hak untuk melaporkan kepada aparat berwajib. Bisa melapor sendiri, atau melalui utusan kuasa hukum.
“Kalau dihina kemudian beliau tidak terima boleh tidak menuntut? Ya tentu boleh, bisa pakai kuasa hukum, atau dirinya sendiri juga boleh," kata dia.
Baca: Bambang Pacul Targetkan RKUHP Segera Disahkan!
Dengan adanya aturan pasal penghinaan presiden, Bambang Pacul berharap kondisi masyarakat bisa lebih teratur.
“Undang-undang ini perlu diperbaiki agar masyarakat tertata dengan benar. Jadi kalau menghina intinya, siapapun yang dihina sebagai HAM boleh menuntut balik penghinanya," ungkapnya.