Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VII DPR RI sekaligus Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI Mercy Chriesty Barends mengatakan, pihaknya targetkan pencapaian bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) mencapai 15 persen tahun 2023 ini.
“Tahun ini kita berupaya mencapai angka 15 persen, saat ini sudah sekitar 14,5 - 14,7 persen. Harapan kita akhir tahun ini beberapa scale up energi terbarukan bisa mencapai antara 15 - 17 persen,” kata Mercy di Jakarta, Sabtu (24/6).
Hal itu ia sampaikan dalam acara Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2023 yang diadakan oleh Foreign Policy Communitu of Indonesia (FPCI). Mercy menjelaskan masih ada selisih kurang lebih 6 - 8 persen dari target bauran EBT pada 2025 yang sebesar 23 persen.
Baca: Gus Falah Apresiasi Pertamina Serius Perkuat Ketahanan Energi
Ia menilai, saat ini masih banyak tantangan untuk mencapai target tersebut. Hal itu dilihat dari persentase penggunaan energi campuran yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang saat ini masih tercatat di angka 62 persen.
“Jadi ini ada problem besar dari mix energy yang sementara kita hadapi saat ini, 62 persen itu berasal dari PLTU batu bara, kalau di totally ditambah dengan yang berbasis diesel dan yang lain-lain, total semuanya kurang lebih sekitar 85 persen,” ujarnya.
Meskipun dengan banyaknya tantangan tersebut, pemerintah tetap optimistis mampu mencapai target bauran EBT 23 persen pada 2025.
Baca: Gus Falah Dukung PGN Sediakan Energi Bersih di IKN Nusantara
Menurutnya, dalam waktu dekat, hal utama yang perlu lakukan adalah pembenahan regulasi energi melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT). RUU EBT ditargetkan sudah sah pada tahun 2024 mendatang.
“Bahwa transisi energi tidak hanya menjadi wacana dan gerakan sosial tanpa payung legal standing-nya, jadi harapan kami sebelum 2024 nanti, RUU ini sudah bisa kita sahkan,” pungkasnya.
Adapun saat ini sebagian besar produksi energi listrik memang masih menggunakan batu bara dan sumber daya alam yang merupakan karbon. Fenomena itu dianggap menjadi penyebab utama terjadinya pemanasan global. Oleh karena itu, penggunaan EBT dianggap menjadi solusi dalam mencegah efek terburuk dari adanya kenaikan suhu.