Ikuti Kami

DPRD NTT Dorong Tenun Ikat Diakui Sebagai HAKI

"Hingga saat ini baru tenun ikat asal Kabupaten Sikka yang sudah dilindungi dalam bentuk indikasi geografis (IG)".

DPRD NTT Dorong Tenun Ikat Diakui Sebagai HAKI
Ketua Badan Legislasi DPRD NTT, Emanuel Kolfidus. (Foto: Istimewa)

Kupang, Gesuri.id - Ketua Badan Legislasi DPRD NTT, Emanuel Kolfidus mengatakan DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memberikan dukungan dan dorongan kepada produk tenun ikat NTT untuk diproses pengakuannya secara ilmiah.

Baca: Bupati Ruhimat Perjuangkan Recovery Pasca Banjir ke Kementan

Dengan demikian, lanjutnya, agar diakui sebagai hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dari masyarakat NTT.

Emanuel menyampaikan, bahwa DPRD Provinsi NTT mendorong agar semua produk tenun ikat di NTT diproses pengakuannya secara ilmiah agar diakui sebagai hak atas kekayaan intelektual (HAKI) asal masyarakat NTT.

"Hingga saat ini baru tenun ikat asal Kabupaten Sikka yang sudah dilindungi dalam bentuk indikasi geografis (IG). Padahal semua daerah di NTT memiliki motif tenun ikat bahkan dalam jumlah yang cukup banyak,"ujarnya kepada awak media di Kantor DPRD Provinsi NTT, Selasa (2/3).

Dia mengatakan, lembaga DPRD Provinsi NTT akan mendorong 22 kabupaten/kota di daerah untuk membuat peraturan daerah (perda) tentang kebudayaan sebagaimana di tingkat provinsi sudah ada perda tentang pemajuan kebudayaan di daerah.

Menurutnya, pada awal Februari 2021 lalu, DPRD dan pemerintah provinsi bersepakat untuk menetapkan enam perda. Keenam perda dimaksud, yakni Pemajuan Kebudayaan di Daerah, Pengembangan Budaya Literasi, Perlindungan Anak, Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2021- 2051, Pengelolaan Sumber Daya Air, dan Penyelenggaraan Pelayaran NTT.

“Enam Perda yang telah disepakati itu tinggal diundangkan dan mendapat nomor registrasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),” ungkapnya.

Politisi PDI Perjuangan ini menegaskan, lahirnya perda dimaksud sebagai bentuk perlindungan terhadap obyek-obyek kebudayaan yang selama ini ada dan diwariskan masyakarat NTT. Misalkan, motif kain tenun ikat, tarian tradisional, artefak, dan manuskrip

“Ada sekitar 10 obyek kebudayaan yang diatur dalam perda tersebut dan selama ini tidak diatur dalam produk hukum seperti perda, tapi hanya diwariskan berupa ceritera,” ujar DPRD Provinsi NTT F-PDI Perjuangan dari Dapil NTT V tersebut. 

Terkait bagaimana mengantisipasi penjiplakan motif tenun ikat dengan teknologi digital printing, dia menegaskan, perlu ada perda dan proses pengakuan dalam bentuk HAKI.

Baca: Darmadi Durianto Gagas Program 1000 Gerobak Bagi UMKM

Karena dalam perda dan HAKI, sudah diatur tentang konsekuensi yang harus diterima bagi mereka yang melakukan penjiplakan dalam bentuk apapun, termasuk digital printing.

Dirinya mencontohkan, salah satu kasus yang cukup mendapat perhatian luas adalah motif tenun ikat asal Sumba Timur yang ditiru oleh daerah lain. Dalam kasus ini, tidak bisa dikenakan sanksi karena belum ada perda dan belum diatur dalam HAKI.

 

Kontribusi: Yogen.

Quote