Makassar, Gesuri.id - Juru Bicara tim inisiator Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) DPRD Sulsel, Risfayanti Muin menganggap perlu melakukan pembahasan lebih dalam terkait pembentukan Ranperda Literasi Aksara Lontara.
Baca: Sekjen Hasto: Gelora Sumpah Pemuda Tangkal Politik Identitas
Sejauh ini Ranperda tersebut telah melalui ekspose oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah atau Bapemperda serta pengharmonisasian pembulatan dan pemantapan oleh Kemenkuham.
Bapemperda kemudian mengeluarkan rekomendasi pimpinan DPRD untuk dapat diproses dan ditindaklanjuti pada pembahasan selanjutnya.
"Aksara lontara merupakan salah satu bentukan dan ciri pembeda dari bahasa lain yang dimiliki oleh suku Bugis Makassar. Aksara lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis Makassar sebagai simbol alat visual dalam berkomunikasi," ucapnya saat memberikan penjelasan dalam Rapat Paripurna lantai III DPRD Sulsel, Kamis (27/10).
Menurut Risfayanti di Sulsel ada beberapa aksara yang dipakai masyarakat seperti aksara lontara lama dan aksara lontara baru. Ada juga aksara jangang-jangang, aksara lontara ukiri dan aksara bilang-bilang. Namun hingga kini hanya aksara lontara yang berhasil bertahan.
"Itupun cepat punah dalam penggunaan sehari-hari dan akan terlihat di manuskrip kuno seiring dengan perkembangan zaman. Sehingga apabila hal tersebut dibiarkan maka aksara lontara yang merupakan aset nasional akan hilang dan punah" tegasnya.
Ia menambahkan dalam aksara lontara terdapat nilai sosial, budaya yang dapat meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Bugis Makassar yang mengandung unsur adat istiadat, ajaran moral dan petuah dalam bingkai kebudayaan Bugis Makassar.
"Maka lontara memiliki tiga pengertian yang terkandung didalamnya yakni lontara sebagai huruf atau aksara, lontara sebagai sejarah dan lontara sebagai ilmu pengetahuan,"imbuhnya.
Baca: Sekjen Hasto: PDI Perjuangan Punya Disiplin Berorganisasi
Sehingga tidak salah jika penemuan aksara dianggap sebagai spektakuler dari kebudayaan sebuah bangsa.
"Jika sebelumnya segala sesuatu pemikiran manusia diabadikan melalui memori kolektif yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi, dengan ditemukannya aksara lontara hal tersebut diabadikan melalui media tulisan," tutupnya.
Kurator: Syahrul.