Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendukung RUU Kesehatan menjadi inisiatif DPR RI.
Menurutnya, Komisi IX DPR RI diamanahkan membahas muatan RUU Kesehatan dengan pemerintah dan pihak terkait.
“RUU ini akan memberi arah kebijakan transformasi sistem kesehatan nasional, terutama memperkuat pelayanan kesehatan primer, layanan rujukan, ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM Kesehatan, dan kemandirian bidang teknologi kesehatan,” kata Edy.
Menurut Edy, RUU ini bertujuan memangkas banyaknya UU yang bersifat khusus atau lex specialis di bidang kesehatan.
Baca: Indah Gelar SICITA & Sosialisasi Waspadai Investasi Bodong
Banyaknya UU lex specialis ini dianggap menyulitkan untuk peningkatan mutu dan akses layanan kesehatan. Padahal kesehatan merupakan hak dasar setiap warga negara yang dijamin oleh negara.
“UU lex specialis di bidang kesehatan cukup banyak dan terkadang menjadi hambatan untuk perbaikan di sektor kesehatan. RUU Kesehatan memfasilitasi untuk melakukan revisi terhadap UU di bidang kesehatan yang sudah ada tapi menghambat layanan untuk masyarakat di pelosok, miskin, atau disabilitas,” kata politikus PDI Perjuangan ini.
Edy berharap pembahasan RUU Kesehatan kedepan dapat mengakomodir aspirasi setiap pihak. Dalam hal ini termasuk memperhatikan UU lex specialis seperti UU Keperawatan, UU Kebidanan, UU Praktik Kedokteran, dan banyak lagi.
Setiap UU tersebut ada amanah untuk dilakukan dan bertujuan untuk kepentingan setiap profesi kesehatan. Sehingga dia berharap UU tersebut masih tetap berlaku.
“Meski beberapa pasal yang beririsan dengan RUU Kesehatan dihilangkan,” ungkapnya.
Edy mendengar adanya aspirasi dari organisasi profesi kesehatan. Apalagi dia memiliki kedekatan dengan tenaga kesehatan karena memiliki latar belakang pendidikan di bidang keperawatan.
Baca: Edy Apresiasi Penanganan Stunting di Kabupaten Sumedang
Menurutnya, aspirasi dari tenaga kesehatan yang diwakili oleh organisasi profesi seperti IDI, PPNI, PDGI, IAI, dan IBI ini perlu diakomodir.
Salah satu isu yang hangat di kalangan organisasi profesi adalah tata kelola SDM kesehatan. Menurut Edy diperlukan pengaturan ulang dan reposisi instrumen-instrumen yang mengatur SDM kesehatan.
"Misalnya pendidikan tinggi dan asosiasinya, kolegium, organisasi profesi, konsil kedoktetan dan tenaga kesehatan, serta pemerintah perlu dibenahi sesuai tugas pokok dan fungsinya,” kata anggota dewan Dapil Jawa Tengah III ini.
Edy menegaskan setiap pemangku kepentingan yang menaungi SDM kesehatan tidak boleh saling intervensi. Bahkan tugas dan tanggungjawabnya pun tidak boleh tumpang tindih, untuk itu dia menyarankan agar ego sentris dikesampingkan.
“Misalnya keluhan langkanya dokter spesialis, sulitnya ijin praktek dokter, sulitnya dokter lulusan luar negeri yang ingin praktek, dan rendahnya kesejahteraan tenaga kesehatan seperti perawat, bidan, dan lainnya,” katanya.