Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendukung usulan Ketua DPR RI Puan Maharani agar pemerintah menetapkan tingginya angka kematian dalam kasus gagal ginjal akut misterius pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Tercatat, kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia melonjak menjadi lebih dari 200 kasus dengan angka kematian hampir 50% dari total kasus dalam sepekan setelah pertama kali dilaporkan.
Dari data terbaru, sudah terdapat 206 kasus gagal ginjal akut di mana 99 anak di antaranya meninggal dunia.
Baca: Rahmad Sepakat Wacana KLB Penyakit Gagal Ginjal Akut
"Saya sangat setuju usulan Ketua DPR tentang kasus ini sebagai KLB, mengingat korbannya juga sudah banyak 41 orang. Penetapan KLB ini kan wewenang pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan," terang Edy Wuryanto, kepada wartawan, Senin (24/10).
Menurut legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah III itu, DPR sejak mencuatnya kasus gagal ginjal akut pada anak dan belakangan menjadi perbincangan publik, memberikan perhatian agar penanganannya dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah. Bukan apa-apa, penanganan ini terkait dengan keselamatan banyak orang.
"Parlemen menganggap kasus ini sangat penting, ini masalah publik yang menyangkut keselamatan orang banyak. Permintaan Ketua DPR dengan mendesak KLB ini harus menjadi kajian kemenkes, kelayakan atau tidaknya ada ditangan kemenkes," jelasnya.
Edy Wuryanto lantas memberikan tiga catatan terkait kasus gagal ginjal akut pada anak. Pertama, Kemenkes harus menindaklanjuti usulan Puan Maharani untuk kemudian melakukan kajian apakah kasus ini sudah bisa dimasukkan dalam kategori kejadian luar biasa. Jika jawabannya layak, maka Kemenkes harus segera melakukan persiapan, perencanaan dan pelaksanaannya dilapangan diawasi dengan intensif.
Kedua, munculnya kasus ini lebih disebabkan oleh dugaan adanya kelalaian oleh industri farmasi dengan tidak menaati aturan dan ketentuan yang ada. Dimana kandungan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) melebihi standar baku nasional sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Merujuk pernyataan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Kamis 20 Oktober 2022, sirup obat yang diduga mengandung EG dan DEG kemungkinkan berasal dari empat bahan tambahan. Yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol. Keempat bahan itu.
Baca: Kasus Gagal Ginjal, Jokowi: Awasi Industri Obat Lebih Ketat!
"Perusahaan farmasi tahu sebenarnya aturan itu, tapi tidak menaati nyatanya dilapangan melebihi kandungan batas normal bahkan sampai keracunan. Saya kira disini sudah tepat Kapolri membentuk menginvestigasi itu," jelasnya.
Catatan ketiga, lanjut Edy Wuryanto, kejadian ini menjadi peringatan keras bagi BPOM RI. Sebab kejadian ini secara langsung bisa diartikan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh BPOM longgar. Ia mendesak BPOM segera bertindak dengan meneliti semua sirup obat yang beredar dilapangan. Dari situ kemudian diidentifikasi untuk kemudian disampaikan ke publik hasilnya.
"Sampaikan ke publik, sehingga bisa menjadi acuan bagi dokter, bagi publik," demikian Edy Wuryanto.