Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto mengamati dinamika kratom di masyarakat.
Ia berpendapat bahwa polemik terhadap tumbuhan bernama latin Mitragyna speciosa tidak bisa diselesaikan terburu-buru.
“Tidak bisa memilih antara keuntungan ekonomi atau keamanan masyarakat yang menggunakan. Jadi harus nunggu penelitiannya dulu,” ujar Edy dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Selasa (25/6).
Politisi PDI Perjuangan ini menyatakan jika Surat Edaran (SE) Kepala BPOM no HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan sudah jelas.
Baca: PDI Perjuangan Akan Umumkan Sikap Politiknya di Kongres 2025
Sehingga, manfaat kratom yang diklaim bisa menambah stamina, mengatasi nyeri, dan mampu meningkatkan suasana hati ini harus dibuktikan secara ilmiah.
Edy menyarankan, pengujian terhadap kratom tak perlu dipercepat atau terburu-buru demi mendapat hasil yang tepat.
“BRIN telah diperintahkan untuk melakukan uji klinisnya dan didampingi BPOM. Tahapan setiap pengujian harus dilakukan, tidak perlu dipercepat karena ini tidak urgent seperti vaksin saat COVID-19,” kata Edy.
BNN sejauh ini memang masih menyatakan kratom sebagai narkotika. Daun kratom diklaim mengandung alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine yang dapat mengurangi rasa nyeri. Alkaloid ini juga yang memberi efek meningkatkan energi.
Tak hanya Indonesia, beberapa negara juga melarang penggunaan kratom. Contohnya di Denmark, Polandia, Swedia, Irlandia, Malaysia, Myanmar dan Australia.
Pelarangan berdasar pada kandungan atau zat yang ada dalam kratom yang disinyalir tergolong sebagai narkotika.
Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan jelas menyatakan bahwa kratom adalah narkotika.
Baca: Ganjar Ungkap Alasan Tak Hadiri Gelar Griya di Kediaman Megawati
“Melihat fakta pelarangan kratom di berbagai negara dan pernyataan BNN yang menyatakan kratom adalah narkotika, maka yang harus dilihat tidak hanya nilai ekonomi dari kratom saja tapi juga keselamatan masyarakat,” kata Edy.
Legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini menambahkan, sebagai mitra Komisi IX, BPOM diminta untuk melakukan pengawasan kratom sesuai ketentuan. Baik itu semasa uji klinis hingga nanti ketika masuk ke industri.
“Dikatakan Plt Kepala BPOM beberapa waktu lalu jika penelitian kratom ini masih uji pada hewan, maka sebaiknya tidak ada unsur promosi agar menggunakan kratom dengan embel-embel tertentu. Saya tekankan jika proses pengujian ini harus betul-betul cermat karena ini nanti berdampak pada masyarakat,” pungkasnya.