Ikuti Kami

Emak-emak Gelar Aksi Damai di PN Jaksel, Semangati Hasto Kristiyanto dan Djuyamto Hakim Praperadilan

Bagikan Mawar Merah Jelang Sidang Hasto, Para Ibu Dukung Hakim Djuyamto Tak Tunduk Terhadap Intimidasi, Fitnah dan Opini Bohong.

Emak-emak Gelar Aksi Damai di PN Jaksel, Semangati Hasto Kristiyanto dan Djuyamto Hakim Praperadilan
Gelar Aksi Damai di PN Jaksel, Emak-emak Serukan Penegak Hukum Bertindak Adil Dalam Praperadilan Hasto Kristiyanto.

Jakarta, Gesuri.id - Puluhan emak-emak menggelar aksi damai sebagai bentuk solidaritas dan dukungan di depan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, yang akan menggelar sidang lanjutan praperadilan status tersangka Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, pada Kamis (6/2), 

Aksi damai ini digeler sebagai dukungan kepada sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan hakim PN Jaksel, Djuyamto. Para perempuan tersebut ternyata menilai ada upaya tekanan terhadap mereka, sehingga memberi semangat.

Pantauan di lokasi, puluhan emak-enak yang kompak mengenakan pakaian serba putih ini berkumpul di depan PN Jaksel sekira pukul 09.50 WIB.

Mereka terlihat membawa dua bauh spanduk dukungan kepada Hasto Kristiyanto dan hakim. 

Adapun, spanduk tersebut bertuliskan ‘Dukung Hakim Praperadilan Hasto, Jangan Tunduk Terhadap Intimidasi, Fitnah dan Opini Bohong’. 

BaCa: Ganjar Pranowo Mempertanyakan Klaim Sawit Sebagai Aset Nasional

Spanduk kedua bertuliskan ‘Semangat Pak Hasto, Lawan Ketidakadilan. Jangan Takut Tekanan dan Operasi Pesanan’.

Aksi damai ini diisi dengan orasi meminta para penegak hukum untuk bertindak adil terhadap Hasto dan perkara apapun. Sebab, mereka menilai penegak hukum harus bebas dari intimidasi dan praktik busuk mafia kasus.

“Jangan sampai penegak hukum tidak bertindak adil. Pak Hasto merupakan tokoh penjaga dan penegak demokrasi di Indonesia,” seru orator aksi.

Para emak-emak ini juga kompak menyanyikan lagu “Indonesia Raya” dan “Maju Tak Gentar” di depan PN Jaksel.

Menutup aksi solidaritas ini, perwakilan emak-emak terlihat membagikan bunga mawar merah sebagai tanda aksi yang mereka gelar merupakan aksi damai. 

Mereka membagikan bunga mawar merah kepada para pengendara yang melintas serta para pengunjung di PN Jaksel.

Diketahui, hari ini merupakan sidang lanjutan Praperadilan Hasto Kristiyanto melawan KPK di PN Jaksel. 

Hasto telah mengajukan gugatan prapradilan ke PN Jakarta Selatan pada Jumat (10/1/2025) dengan No. Perkara 5/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Hal ini terkait penetapan status tersangkanya oleh KPK pada 24 Desember 2024, lalu.

Hasto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap proses Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR serta perintangan penyidikan yang melibatkan eks kader PDI Perjuangan, Harun Masiku.

Sebelumnya, ada setidaknya 8 poin utama yang disampaikan Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto tentang tidak sahnya penetapan status tersangka oleh KPK dalam sidang perdana pada Rabu, 5 Februari 2025, kemerin.

Poin-poin itu diungkap oleh Tim Kuasa Hukum Hasto, dengan dibacakan secara bergantian oleh antara lain Ronny Talapessy, Todung Mulya Lubis, dan Maqdir Ismail di depan majelis hakim, di PN Jakarta Selatan.

Pertama, penetapan status tersangka itu dilakukan tanpa pemeriksaan terhadap Hasto Kristiyanto, dimana hal ini bertentangan dengan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014.

Penjelasannya, Putusan MK tersebut menegaskan bahwa proses penetapan Tersangka dan penyidikan seseorang sampai menjadi Tersangka membutuhkan bukti permulaan, yaitu minimum dua alat bukti dan disertai dengan pemeriksaan Calon Tersangkanya.

Namun di dalam perkara ini, Hasto belum pernah memberikan keterangannya atas perkara  tersebut, baik itu dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23  Desember 2024 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.

Dengan kata lain, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka tanpa pernah memanggil dan/atau meminta keterangannya terlebih dahulu secara resmi sebagai Saksi/Calon Tersangka.

“(Hal ini) merupakan tindakan yang dilakukan sewenang-wenang dan tidak mengindahkan ketentuan  KUHAP maupun Putusan Mahkamah  Konstitusi Nomor 21/PUU- XII/2014 karena melewatkan proses yang   diharuskan dalam penetapan Tersangka, yakni pemeriksaan terhadap Saksi/Calon Tersangka,” ungkap Ronny.

Kedua, penetapan Hasto sebagai tersangka pada awal tahap penyidikan tidak melalui proses pengumpulan dua alat bukti permulaan  yang cukup terlebih dahulu dan melewatkan tahap penyelidikan. 

Penjelasannya, sesuai putusan MK Nomor  21/PUU-XII/2014, penyidik seharusnya melakukan pengumpulan alat bukti terlebih dahulu sebelum penetapan tersangka. Sehingga tidak boleh serta merta Penyidik menemukan Tersangka, sebelum melakukan  pengumpulan  bukti.

BaCa: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan

“Norma Pasal 1 angka 2 KUHAP sudah tepat karena memberikan kepastian hukum yang adil kepada warga negara Indonesia ketika akan ditetapkan menjadi Tersangka oleh Penyidik, yaitu harus melalui proses atau rangkaian tindakan penyidikan dengan cara mengumpulkan bukti, bukan secara subyektif Penyidik menemukan Tersangka tanpa mengumpulkan bukti,” beber Ronny.

“Dalam perkara ini, TERMOHON (KPK, red) langsung menyatakan kedudukan PEMOHON (Hasto, red) sebagai Tersangka sesudah  memberikan keputusan akan menjalankan proses penyidikan sebagaimana Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: B/722/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: B/721/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 atas nama Tersangka HASTO KRISTIYANTO (PEMOHON) dan tidak menjalankan tahap penyelidikan terlebih  dahulu. Penetapan Tersangka atas diri PEMOHON ini terkesan terburu-buru dengan tidak menunggu perolehan bukti-bukti dari fase penyidikan, khususnya melalui tindakan penyitaan,” urainya.

Ketiga, penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tidak jelas karena adanya kontradiksi dan menciptakan ketidakadilan baru serta ketidakpastian hukum.

Penjelasannya, KPK mengeluarkan dua buah SPDP, yakni Nomor B/722/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dengan sangkaan penyuapan, dan Nomor B/721/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024, dengan sangkaan penghalangan hukum.

“Kedua SPDP ini mengandung kontradiksi dan memuat pernyataan yang tidak masuk di akal dan tidak logis, patut diduga sebagai bentuk kriminalisasi. Bagaimana  mungkin  ketika PEMOHON (Hasto, red) bersama-sama Tersangka  HARUN MASIKU dan kawan-kawan disangka memberi hadiah atau janji kepada WAHYU SETIAWAN, dan  pada saat yang sama PEMOHON bersama-sama melakukan perbuatan pidana merintangi Penyidikan tindak pidana korupsi,” jelas Todung Mulya Lubis yang secara bergantian membacakan poin-poin gugatan Praperadilan.

Selain itu, dijelaskan bahwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri telah menjalani hukuman dan menjadi Terpidana. Maka kedua SPDP itu, juga telah menciptakan ketidakadilan baru dan ketidakpastian hukum terhadap para Terpidana dimaksud.

Quote