Jakarta, Gesuri.id - Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Eri Irawan mendorong Pemkot Surabaya terus melakukan penanganan banjir secara terintegrasi dan strategi untuk memitigasi dampak banjir seperti yang terjadi pada Selasa (24/12/2024) malam.
Eri Irawan mengatakan, banjir yang terjadi pada Selasa malam tersebut merupakan perpaduan dari banyak penyebab, bukan satu faktor saja seperti kekuatan sistem saluran yang ada. Sehingga diperlukan penanganan yang lebih terintegrasi.
”Tentu kita semua perlu menyampaikan apresiasi seluruh jajaran aparat Pemkot Surabaya dan seluruh elemen masyarakat yang terus bekerja menangani banjir. Petugas dan unsur masyarakat, ada perangkat RT/RW, bekerja bahkan sampai Rabu pagi sejak Selasa malam, termasuk wali kota dan wakil wali kota. Bahwa masih ada yang perlu dioptimalkan dalam penanganannya, itu harus terus dibenahi ke depan,” ujar Eri Irawan kepada wartawan di Surabaya, Rabu (25/12).
Baca: Ganjar Sentil Jokowi yang Tak Kembalikan KTA PDI Perjuangan
“Hal terpenting yang harus kita pahami adalah potensi cuaca ekstrem sangat tinggi ke depan karena perubahan iklim. Ini harus menjadi kesadaran kita bersama untuk memitigasi perubahan iklim tersebut secara terintegrasi,” sambungnya.
Yang perlu terus dilakukan, lanjut Eri, adalah penanganan banjir yang semakin terintegrasi. Sebab, banjir yang terjadi pada Selasa malam itu memang akumulasi dari berbagai faktor. Di antaranya intensitas hujan yang tinggi dalam durasi lama, termasuk di daerah hulu yang kemudian menyebabkan aliran sungai mengalir ke Surabaya, sebagai daerah hilir/muara sungai besar, dalam debit yang cukup tinggi.
Berdasarkan data Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, memang terjadi kenaikan debit air pada pintu-pintu air di sepanjang saluran sungai tersebut sejak dari kawasan Jombang dan Mojokerto. Akibatnya, sungai di Surabaya penuh tidak mampu lagi menampung aliran air.
Di sisi lain, terdapat kenaikan permukaan air laut. Akumulasi kejadian itu membuat saluran air harus “antre” mengalirkan air ke sungai besar maupun ke laut.
Eri Irawan menuturkan, beberapa langkah penanganan terintegrasi yang sudah mulai dijalankan Pemkot Surabaya perlu terus dilakukan, sembari melakukan sejumlah evaluasi teknis. Pertama, terus melakukan normalisasi agar kapasitas aliran air bisa meningkat.
“Normalisasi pada saluran air telah diatur waktunya. Sebenarnya sudah dilakukan pada sebagian besar saluran, tapi memang belum semuanya. Itu perlu terus dilakukan, termasuk dengan meningkatkan sumber dayanya agar bisa optimal,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.
Kedua, terus menambah instrumen tampungan air (reservoir air) untuk pengelola banjir. Seperti waduk, bozem, dan sebagainya.
Menurutnya, kapasitas saluran sebagai penyimpan air yang panjang pasti berpotensi menimbulkan kesulitan menampung curah hujan yang tinggi, termasuk karena di dalamnya terdapat potensi hambatan seperti sampah, kabel, dan sebagainya.
“Sehingga kita perlu tampungan lebih banyak lagi. Terdapat beberapa lahan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) pengembang yang telah diserahkan kepada Pemkot Surabaya yang dapat dimanfaatkan sebagai bozem. Sebagian sudah, dan ke depan harus terus ditambah,” paparnya.
Tampungan air tersebut, lanjut Eri, juga bisa diperbanyak dengan memanfaatkan resapan-resapan air untuk mengurangi banjir sekaligus meningkatkan cadangan air tanah.
Bahkan hal itu bisa dilakukan dengan mengintegrasikan resapan air dan box culvert sebagai saluran air. Sehingga, sistem drainase yang ada tidak hanya membantu mengalirkan air, tetapi juga memungkinkan berperan sebagai resapan air.
”Setahu saya saat ini Pemkot Surabaya sedang menguji coba hal itu di beberapa titik box culvert. Ini perlu terus ditingkatkan karena menjadi solusi inovatif manajemen air hujan dengan mengintegrasikan model drainase modern, seperti box culvert dengan fungsi resapan air,” ujarnya.
Ketiga, lanjut Eri, kolaborasi sejak dari daerah hulu, mengingat Surabaya adalah daerah hilir atau daerah delta yang memiliki dataran lebih rendah. Pengelolaan lingkungan yang baik di daerah hulu, termasuk dalam hal pengelolaan air hujan, akan memastikan daerah hilir seperti Surabaya tidak terdampak secara signifikan.
Termasuk bila diperlukan menambah tampungan udara di wilayah hulu. Maka kolaborasi antar-daerah yang dikoordinasikan Pemprov Jatim menjadi hal penting, termasuk pelibatan pemangku kepentingan lain seperti BBWS Brantas dan Perum Jasa Tirta I.
”Fungsi alami sungai termasuk di daerah hulu harus dikembalikan, di antaranya dengan memperkuat vegetasinya untuk mengurangi risiko bencana termasuk banjir,” jelas Eri.
Baca: Ganjar Pertanyakan Kebijakan Pemerintah soal Kenaikan PPN
Keempat, pengelolaan sampah harus terus diperbaiki kualitasnya, karena publik masih melihat setiap hari petugas membersihkan sampah di rumah pompa, yang jumlahnya bisa mencapai 1-2 ton per hari. Menurutnya hal ini harus menjadi evaluasi bersama antara pemerintah dan publik.
Di satu sisi, Pemkot Surabaya perlu menangani sampah sejak dari hulu di tingkat rumah tangga di kampung-kampung. Dalam hal ini, diperlukan partisipasi publik dengan kesadaran bersama memilah sampah sejak dari rumah.
Kelima, Pemkot Surabaya perlu melakukan penataan ruang secara lebih terukur, termasuk mengurangi pembangunan di daerah yang berpotensi menjadi resapan air. ”Aset-aset Pemkot yang menganggur juga perlu ditingkatkan secara bertahap fungsinya menjadi kawasan hijau,” ujarnya.
Keenam, yang juga sangat penting adalah pemanfaatan teknologi untuk mengoptimalkan berbagai instrumen pengendalian banjir, termasuk pintu air dan rumah-rumah pompa. “Teknologi juga perlu dimanfaatkan untuk menyampaikan potensi dampak banjir dengan melaporkan curah hujan dan ketinggian air secara real time kepada warga,” tutupnya.