Jakarta, Gesuri.id - Komisi C DPRD Surabaya kembali menerima aduan warga penghuni apartemen Bale Hinggil yang mengalami pemutusan aliran listrik dan air.
Polemik antara warga penghuni dan pihak apartemen Bale Hinggil terus berlanjut. Kasus yang semula karena pemutusan akses fasilitas kepada para penghuni yang menolak membayar iuran pengelolaan lingkungan (IPL).
Baca: Kata Ganjar Pranowo Soal Rencana KIM Plus Jadi Koalisi Permanen
Ketegangan kedua pihak ini sudah sempat dimediasi oleh Wali Kota Surabaya dan Komisi C DPRD Surabaya beberapa waktu lalu. Dari pertemuan itu, disepakati jika pihak apartemen tidak memutus akses fasilitas para penghuni. Namun, belakangan ini pihak apartemen tetap memutus listrik dan air dari penghuni.
Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Eri Irawan menyampaikan, akar persoalan bukan karena warga menolak membayar IPL, melainkan karena mereka menuntut transparansi dalam laporan keuangan yang hingga kini belum pernah diaudit.
"Permasalahannya bukan warga tak mau bayar IPL, tapi laporan keuangannya tak transparan Bahkan, sertifikat hak milik (SHM) juga tak diberikan meskipun unit sudah lunas," ujar Eri, Rabu (9/4/2025)
Menurut Eri, dari laporan yang diterima Komisi C ditemukan jika adanya tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ternyata belum dibayarkan ke Pemkot Surabaya.
"Tunggakan PBB mencapai Rp 7 miliar. Warga sudah membayar, tapi tidak disetorkan. Ini jelas masalah besar," pungkasnya.
Baca: Ganjar Pranowo Harap Masalah Gas Melon Cepat Tuntas
Sementara itu, Building Manager Bale Hinggil dari PT Tata Kelola Saranan (TKS), Oki Mochtar, yang hadir dalam rapat tersebut, menyatakan keputusan mematikan fasilitas sesuai arahan direksi dan itu tidak dilakukan secara sepihak, melainkan melalui tahapan surat peringatan (SP 1 hingga SP 3).
Hanya saja, pernyataan pihak apartemen dibantah oleh warga. Perwakilan penghuni yang mengatasnamakan Bale Hinggil Community (BHC), Agung Pamardi menegaskan, sebagian unit yang telah diputus aliran listrik dan air sebenarnya sudah melunasi kewajibannya.
"Dari 25 unit yang dimatikan, semuanya sudah melunasi. Jadi ini sudah menyentuh pelanggaran hukum," terangnya.