Ikuti Kami

Gubernur Bali, Wayan Koster Minta Kadis Pertanian Bali Belajar dari Israel

Koster menyebut kondisi geografis Israel yang tidak memiliki lahan subur dan air yang memadai untuk pertanian.

Gubernur Bali, Wayan Koster Minta Kadis Pertanian Bali Belajar dari Israel
Gubernur Bali, Wayan Koster, di Kantor DPRD Provinsi Bali usai menghadiri Rapat Paripurna, Selasa (15/04/2025). tirto.id/Sandra Gisela

Jakarta, Gesuri.id - Gubernur Bali, Wayan Koster, menginginkan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali belajar dari Israel mengenai teknologi dan produktivitas lahan pertanian. Salah satu yang digarisbawahi ihwal inovasi pertanian Israel yang memanfaatkan lahan kering menjadi lahan pertanian modern.

"Itu sekarang banyak metodenya yang sangat berhasil. Tidak lagi ke pertanian konvensional, tetapi pertanian berbasis teknologi. Kalau perlu belajar ke Israel, yang luar biasa," kata Koster, saat Musrenbang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2026 di Wiswa Sabha, Selasa (15/4/2025).

Koster menyebut kondisi geografis Israel yang tidak memiliki lahan subur dan air yang memadai untuk pertanian, tetapi pertaniannya dapat dikatakan maju. Dengan teknologi pertanian, lanjut Koster, Israel dapat mengolah embun menjadi sumber air untuk tanaman.

Saat ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali masih dapat memenuhi kebutuhan 4,4 juta penduduknya dengan memanfaatkan surplus dalam produksi pertanian. 

Namun, Koster khawatir lantaran surplus tersebut menyusut dari tahun ke tahun selama lima tahun belakangan ini. Surplus beras Bali sempat melebihi 100 ribu ton pada tahun 2019, sementara jumlah tersebut menyusut hingga 53 ribu ton pada tahun 2024.


"Ini kalau tidak ditangani dengan baik, hati-hati. Kita bisa kesulitan pangan di Bali. Kekurangan pangan karena luasan sawahnya menurun terus. Ribuan hektare per tahun lahan produktif itu berkurang karena eksploitasi lahan terlalu tinggi dalam pembangunan fasilitas pariwisata maupun fasilitas lainnya," tegas Koster.

Oleh sebab itu, pada 2026, Pemprov Bali ingin mengendalikan alih fungsi dan alih kepemilikan lahan produktif agar krisis pangan dapat terhindari. Apabila tidak, Bali akan menghadapi kelangkaan pangan dan harus menggantungkan diri ke sumber pangan dari luar daerah, bahkan mengimpor dari luar negeri.

"Kalau bisa, enggak (impor). Malu kita negara agraris impor beras, impor bawang putih. Malu jadi negara maritim kalau impor garam," sebutnya.

Selain itu, menurut politikus dari PDI Perjuangan tersebut, Indonesia masih dipermainkan oleh mafia impor. Koster mengaku mengetahui perilaku pada mafia tersebut karena pengalamannya berada di Badan Anggaran DPR RI.

"Jadi sulit sekali. Kalau mafia impor di Indonesia belum bisa diatasi, maka selamanya kita akan menghadapi masalah pangan ini. Tidak cocok antara produksi dengan kebutuhannya. Selalu ada permainan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu," tutur Koster.

Dalam skala wilayah Bali, setelah Koster menghitung, hanya bawang putih yang mengalami defisit sementara bahan pangan lainnya surplus. 

Ia menyebut, pertanian modern dan kombinasi teknologi dapat meningkatkan jumlah surplus tersebut. Sementara untuk defisit bawang putih, Koster meminta Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan untuk membuka lahan.

"Berapa ribu hektare butuhnya, tanam. Supaya enggak defisit lagi bawang putih," kata Koster.

Koster menyebut banjirnya bawang putih impor di Bali disebabkan karena harga bawang putih impor jauh lebih murah dibandingkan bawang putih lokal Bali. Padahal, menurutnya, bawang putih impor memiliki kualitas yang lebih buruk daripada produk lokal. 

Koster lantas mengultimatum Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan untuk segera mengatasi permasalahan tersebut.

"Saya enggak mau tahu, tahun 2027 sudah harus bisa dipenuhi bawang putih dari Bali. Kalau itu sudah dipenuhi, maka kita akan mengendalikan masuknya bawang putih dari luar," pungkasnya.

Sumber: tirto.id

Quote