Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI Nasyirul Falah Amru menyarankan Indonesia untuk memperkuat perdagangan dengan China guna menanggulangi dampak penerapan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Politisi PDI Perjuangan yang akrab disapa Gus Falah itu menjelaskan, poros ‘Jakarta-Beijing’ sebagaimana pernah digagas Sukarno dulu, relevan dihidupkan kembali saat ini.
Baca: Kata Ganjar Pranowo Soal Rencana KIM Plus Jadi Koalisi Permanen
“Poros Jakarta-Beijing ini penting dihidupkan, wabil khusus di sektor ekonomi dan perdagangan, sebagai upaya mencari sumber pendapatan baru di tengah penerapan tarif impor oleh Trump,” tegas Gus Falah, Selasa (8/4/2025).
Gus Falah menambahkan, langkah Bung Karno membuat Poros Jakarta-Peking tahun 1964 terasa relevan saat ini ketika AS menerapkan kebijakan yang cenderung merugikan negara lain, termasuk Indonesia.
Penerapan tarif impor tinggi oleh AS yang merupakan pengingkaran terhadap liberalisme ekonomi, menurut Gus Falah menunjukkan AS ‘menjilat ludah sendiri’.
“Sejak dulu AS ini menyerukan liberalisme atau pasar bebas, melalui lembaga-lembaga multilateral semacam IMF. Kini mereka seenaknya terapkan proteksionisme demi kepentingan mereka,” tegas Gus Falah.
Karena itu, ujar Gus Falah, memperkuat sinergi ekonomi dengan negara selain AS menjadi penting. Dalam hal ini, tokoh muda NU itu menilai China paling cocok menjadi mitra strategis Indonesia dalam jangka panjang.
“Badan Pusat Statistik khan telah mengungkapkan, negara tujuan ekspor non-migas Indonesia terbesar pada Februari 2025 adalah China dengan nilai sebesar US$4,29 miliar, jadi sinergi dengan China melalui poros Jakarta-Beijing penting bagi Indonesia,” pungkas Gus Falah.
Baca: Ganjar Pranowo Harap Masalah Gas Melon Cepat Tuntas
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump pada Rabu (02/04), mengumumkan kombinasi tarif universal dan timbal balik yang akan diterapkan terhadap berbagai negara di seluruh dunia.
Trump menyatakan bahwa tarif dasar sebesar 10 persen akan dikenakan pada semua negara, sementara tarif tambahan “timbal balik” akan diberlakukan terhadap mitra dagang tertentu.
Tarif “timbal balik” itu, diantaranya diterapkan kepada China sebesar 34 persen, Eropa 20 persen, dan Vietnam 46 persen. Sedangkan Indonesia terkena penerapan tarif timbal balik 32 persen.