Jakarta, Gesuri.id - Sekum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Nasyirul Falah Amru (Gus Falah) membantah cuitan Jurnalis Investigasi Dandhy Laksono yang menyebut Presiden Kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri memberlakukan 'Apartheid Ala NKRI' di Aceh.
Sebelumnya, dalam cuitannya di Twitter, Dandhy mengungkit kebijakan Megawati saat menangani konflik di Aceh. Ketika menjabat Presiden, Megawati menerapkan Darurat Militer di Aceh pada 2003.
Megawati juga mengganti ukuran dan warna Kartu Tanda Penduduk (KTP) masyarakat Aceh menjadi ‘Merah Putih’. Dandhy pun menyebut kebijakan itu sebagai 'Apartheid ala NKRI'.
Baca: BMI Kalbar Bukber di Panti Asuhan Yatim Piatu Mujuhidin Sintang
"Menyebut KTP Merah Putih di Aceh dulu itu dengan Apartheid, menunjukkan mas Dandhy ini 'asbun' alias asal bunyi. Karena KTP Merah Putih dengan Apartheid sangat berbeda," tegas Gus Falah dalam keterangan tertulis kepada Gesuri.id, Kamis (6/4).
Politisi PDI Perjuangan itu memaparkan, kebijakan KTP Merah Putih di Aceh pada masa Darurat Militer 2003 adalah untuk mengeliminasi kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang kala itu masih ingin memisahkan Aceh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dan itu merupakan bagian dari upaya Pemerintahan Presiden Megawati untuk menumpas GAM yang ketika itu masih memberontak.
"Jadi, KTP Merah Putih itu untuk memisahkan warga yang pro NKRI dan anti separatisme, dari kelompok anti NKRI dan pro separatis, pada masa itu," ungkap Gus Falah.
Sedangkan, lanjut Gus Falah, Apartheid adalah sistem undang-undang yang memisah-misahkan warga berdasarkan ras atau warna kulit, dalam hal ini antara warga kulit putih dan kulit hitam di Afrika Selatan.
Baca: Bamusi Kota Surabaya Gelar Tadarus Qur'an dan Sholat Tarawih
Berdasarkan kebijakan ini, pemerintahan Afrika Selatan yang saat itu didominasi kulit putih memberlakukan sistem pemisahan ras dengan tujuan memperoleh hak-hak istimewa, yang tak bisa diperoleh warga non kulit putih.
"Nah, maka sangat berbeda antara KTP Merah Putih dengan Apartheid. KTP Merah Putih sama sekali tidak memisah-misahkan masyarakat Aceh berdasarkan ras, juga tidak berbasiskan etnis maupun agama. Itu hanya untuk kebutuhan administratif dalam konteks melindungi warga yang pro NKRI pada masa itu," papar Gus Falah.
"Jadi, sekali lagi, mas Dhandy ini 'asbun', dengan sembarangan menyebut ibu Megawati menerapkan Apartheid. Ibu Megawati itu anti diskriminasi, beliau dari dulu memperjuangkan kesetaraan warga negara dalam semua bidang kehidupan," sambung Ketua Tanfidziyah PBNU itu.