Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI Muchamad Nabil Haroen (Gus Nabil) mengingatkan syarat penggunaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk administrasi publik jangan sampai memberatkan masyarakat.
"Perlu ada verifikasi berbasis data warga, jangan sampai malah memberatkan dan kontraproduktif," kata Gus Nabil dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (22/2).
Baca: Polemik JHT, Rahmad Apresiasi Langkah Positif Presiden
Dia menjelaskan penggunaan BPJS Kesehatan untuk administrasi publik cukup bagus, tetapi harus ada batasnya.
Dia mencontohkan, mereka yang sangat miskin wajib diberikan keringanan. Sementara, mereka yang tidak mampu harus ditanggung oleh negara.
"Terkadang, orang yang bikin SIM itu juga tidak kaya. Mereka butuh SIM untuk kerja, motornya dari cicilan, kadang untuk jadi pengemudi online. Kalau untuk daftar haji dan beli tanah, jelas itu mereka yang mampu," katanya menegaskan.
Ketua Umum PP Pagar Nusa Nahdlatul Ulama itu menjelaskan BPJS Kesehatan merupakan kebijakan negara yang mendukung penguatan fasilitas kesehatan dan perbaikan kualitas kesehatan warga di Indonesia. Ini bentuk kepedulian negara atas warganya dan sudah terlihat jelas manfaat dari program tersebut.
Baca: Soal Dana JHT, Repdem Nilai Menaker Tak Becus
Namun, kata dia, kadang warga abai terhadap manfaat itu. Dimana, saat sehat, warga tidak mendaftar dan mengikuti program itu, namun saat sedang sakit parah mendadak mendaftarkan diri.
"Ini yang perlu disosialisasi. Bahwa BPJS Kesehatan itu untuk antisipasi agar kita mendapat fasilitas kesehatan terbaik secara gratis ketika sakit," kata Gus Nabil.
Pemerintah memberlakukan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai syarat untuk mengakses berbagai layanan publik melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 yang dikeluarkan pada 6 Januari 2022. Layanan publik itu meliputi bidang ekonomi, pendidikan dan ibadah, serta hukum.
Pemerintah menargetkan 98 persen penduduk menjadi peserta JKN dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024.