Jakarta, Gesuri.id - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkapkan bahwa cerita perwayangan banyak mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan bagi manusia.
Termasuk, kondisi saat ini dimana banyak orang melihat adanya ketidakadilan serta keangkaramurkaan.
Bahkan, Hasto menyinggung bagaimana demokrasi saat ini telah dikebiri namun banyak orang yang memilih diam melihat kejadian itu.
Dia pun mengulas tokoh perwayangan Kumbokarno terdiam ketika bala tentara Rama menyerang negeri. Tetapi, melihat semua itu dirinya tergerak untuk melawan meski hatinya bersedih harus melawan Rama.
Hal itu disampaikan Hasto dalam sambutan pembuka pertunjukan wayang dengan Lakon ‘Sumatri Ngenger’ dalam rangka peringatan 28 tahun peristiwa Kudatuli di Halaman Masjid At Taufiq, depan Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (3/8) malam.
“Bagaimana demokrasi dikebiri, bangak yang diam, demokrasi yang seharusnya untuk rakyat diselewengkan. Banyak yang diam yang kemudian bertindak seperti sosok Kumbokarno ini. Yang tidak berbuat apa-apa ketika negerinya diserang oleh bala tentara Rama yang sebenarnya memperjuangkan kebenaran,” kata Hasto.
“Maka dengan alasan patriotisme, Kumbokarno ini turun gunung kemudian berjuang melawan Rama. Tetapi hatinya menangis, berperang sambil menangis karena dia tahu bahwa Rama itu benar,” sambung Hasto.
Hasto pun mengulas perjalanan sosok Kumbokarno yang akhirnya meninggal dunia tetapi tidak segera masuk surga.
Lalu, Kumbokarno bertanya hidupnya tidak pernah berbuat dosa, sebab bertapa di atas puncak gunung dan tidak pernah berbuat dosa.
Pada akhirnya, kata Hasto, Kumbokarno Luntuk masuk surga harus menunggu adiknya yang bernasib sama bernama Gunawan Wibisono.
“Nah itu cerita wayang suadara-saudara sekalian, pesan moral dari Kumbokarno ini adalah karena dia bingung antara jalan kesatria dan jalan sebagai Brahmana. Sehingga akhirnya hidupnya penuh keraguan. Meskipun dia bisa melihat dengan mata hatinya mana yang benar, mana yang tidak,” ungkapnya.
“Tetapi dia tidak melakukan banyak perbuatan-perbuatan untuk membela keadilan meskipun itu harus mempertaruhkan jiwa dan raganya,” lanjutnya.
Politisi asal Yogyakarta ini pun mengingatkan bahwa sosok Kumbokarno ini seperti sosok Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Prof. Dr (HC) Megawati Soekarnoputri yang tetap teguh meski kantor Partainya diserang pada peristiwa 27 Juli 1996 oleh rezim pemerintahan Orde Baru.
“Seperti Bu Mega, kantornya harus diserang oleh rezim otoriter,” pungkasnya.
Sementara, hadir dalam acara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Rano Karno, Ketua DPP PDI Perjuangan Nusyirwan Soejono, Wakil Bendahara Umum PDI Perjuangan Yuke Yurike. Hadir pula senior Partai Emir Moeis serta Dubes Republik Indonesia untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi.
Ketua DPP PDI Perjuangan Prof Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri pun menyaksikan pertunjukan wayang melalui daring.
Ratusan masyarakat sekitar Lenteng Agung pun hadir menyaksikan pertunjukan wayang yang didalangi oleh Ki Warseno Slank.