Ikuti Kami

Hasto Sebut di Dalam Wayang Bisa Pelajari Jadi Seorang Pemimpin

Misalnya soal bagaimana bisa mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.

Hasto Sebut di Dalam Wayang Bisa Pelajari Jadi Seorang Pemimpin
Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Jakarta, Gesuri.id - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, wayang merupakan sebuah ritual kehidupan, yang bisa memberi pelajaran, misalnya soal bagaimana bisa mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.

Tiga dalang kondang seperti Ki. Joko Widodo (Joko Klentheng), Ki. Puthut Puji Aguseno dan Ki. Alek Budi Sabdo Utomo akan menunjukan kebolehannya mendalang di hadapan Hasto dan tamu undangan yang hadir. Ketiga dalang kondang itu membawakan lakon Pandawa Syukur (Sesaji Rojosuyo).

“Wayang adalah ritual kehidupan. Di dalam wayang ini kita tidak hanya menangkap seluruh falsafah tentang budi pekerti, tentang tugas satria di dalam melawan angkara murka,” kata Hasto di pergelaran Wayang Kulit Dalang 3 di Halaman Masjid At-Taufiq, di depan Sekolah Partai Lenteng Agung, Jakarta, Jumat (28/7), dalam rangka Refleksi Kasus 27 Juli dengan jalan kebudayaan.

Baca: Putra Tegaskan Silaturahmi Puan Untuk Bangun Kerjasama Politik

Dia menuturkan, keangkaramurkaan itu bisa diluluhlantahkan ketika seorang ksatria itu menyatu dengan Punokawan yang merupakan simbol dari rakyat miskin atau Wong Cilik yang terus diperjuangkan oleh PDI Perjuangan.

Hasto meringkas, bagaimana lakon wayang kali ini menceritakan seorang raja bernama Prabu Jarasanda yang ingin menaklukkan 100 kerajaan. Dia lantas berkelakar dengan Connie yang menyebut sudah ada seorang calon pemimpin yang berambisi ingin menaklukkan dunia sebelum di Jerman ditemukan teori Lebensraum.

“Menaklukkan dunia yang tentu saja dengan perlengkapan senjata. Hanya saja senjatanya ini baru atau bekas itu tidak disebutkan dalam cerita wayang ini,” kelakarnya.

Dia juga menyebut, di dalam pengadaan senjata untuk menaklukkan kerajaan tersebut dengan membangun tentara hebat. 

“Jadi bukan membentuk PT kecil yang isinya saudara-saudara dari kerajaan ini, bukan. Tetapi dengan membentuk bala tentara yang hebat. Akhirnya 97 raja bisa ditaklukkan, tinggal 3 yang belum ditaklukkan, yaitu namanya Prabu Baladewa, Prabu Kresna, dan Prabu Kuntadewa,” ungkap Hasto.

Dia juga mengungkapkan, Prabu Jarasanda ini memiliki ambisi kuat, yang dimana menggunakan jurus devide et impera. 

“Ini yang juga dilakukan oleh raja yang mempunyai ambisi yang besar tersebut. Nanti ambisi ini bisa dikalahkan dengan perang tanding. Jadi dalam cerita wayang, kalau namanya raja punya ambisi caranya dengan perang tanding. Dengan debat, menyampaikan narasi masa depan. Kalau dulu kan perang fisik adu kekuatan, adu kesaktian. Kalau sekarang itu dengan menyampaikan suatu narasi yang baik, suatu ujaran kebenaran, suatu karakter yang baik yang ditampilkan,” cerita Hasto.

“Jadi itulah kesaktian-kesaktian raja masa kini yang ingin menjadi pemimpin nasional dengan perang tanding. Jadi yang disampaikan debat-debat tentang visi misi itu yang memang harus disampaikan,” sambungnya.

Hasto juga menceritakan, bahwa dengan perang tanding ini, seorang pemimpin juga akan menunjukan jiwa ksatrianya.

Baca: Vita Ervina Ikuti Ritual Sedekah Laut Bersama Nelayan Purworejo

“Kemudian dengan perang tanding ini, jiwa ksatria diperlihatkan. Enggak ada itu yang namanya Werkudara mau maju perang dia nempel ke Kresna. Enggak ada dalam cerita wayang. Kalau mau perang, ksatria ini berhadapan dengan baik,” kata Hasto.

Karena itu, dari wayang ini belajar nilai-nilai keutamaan seorang ksatria.

“Seorang ksatria yang punya ambisi menaklukan dunia sekalipun itu akan menebarkan nilai-nilai ksatriannya itu. Dia bukan orang yang suka melakukan gerakan devide et empera,” ungkap Hasto.

Dia pun menegaskan, dalam lakon wayang ini, siapa yang memperjuangkan kebenaran itu akhirnya akan menang. “Karena itu, menjadi seorang pemimpin diperlukan modal karakter yang baik, diperlukan rekam jejak kepemimpinan yang sangat baik. Sehingga dia bisa mewakili dari seluruh rakyat yang diwakilinya. Bukan dengan ambisi kekuasaannya menaklukan 100 raja dan menentang 3 raja yang menjadi simbol kebenaran,” kata Hasto.

Quote