Jakarta, Gesuri.id – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa proses hukum yang kini menjeratnya tidak bisa dilepaskan dari sikap politiknya selama ini. Ia menyebut ada upaya pembungkaman terhadap dirinya karena prinsip Satyam Eva Jayate—kebenaran pasti akan menang—yang terus ia perjuangkan.
Menurut Hasto, ada empat sikap politik yang ia pegang teguh dan justru membuatnya menjadi sasaran penegakan hukum, dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang sarat dengan kepentingan politik. Ia pun menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai dalang di balik berbagai tekanan hukum yang ia hadapi.
1. Menolak Kehadiran Israel di Piala Dunia U-20
Hasto menegaskan bahwa PDI Perjuangan secara resmi menolak kehadiran timnas Israel dalam Piala Dunia U-20 tahun 2023. Sikap ini, menurutnya, berpijak pada konstitusi, sejarah, serta prinsip kemanusiaan yang telah menjadi komitmen Indonesia sejak Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung.
Baca: Ganjar Pranowo Belum Pastikan Maju Pada Pilpres 2029
"Pembebasan dan kemerdekaan Palestina adalah sikap politik resmi yang telah ditegaskan oleh pemerintah Indonesia sejak lama. Kini, dunia pun mengutuk kekejaman Israel. Ini adalah Satyam Eva Jayate pertama," ujar Hasto dalam konferensi pers di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa (18/2).
2. Menolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Hasto juga menegaskan bahwa PDI Perjuangan secara tegas menolak wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi atau tiga periode. Menurutnya, prinsip yang dipegang oleh Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Prof. Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri sudah jelas, yaitu tetap berpegang pada Pasal 7 UUD 1945, yang mengatur bahwa masa jabatan presiden hanya dua periode.
"Seluruh masyarakat, akademisi, dan berbagai elemen bangsa juga menolak perpanjangan masa jabatan ini. Ini adalah Satyam Eva Jayate kedua—menjaga konstitusi dari kepentingan politik segelintir orang," katanya.
3. Mengkritik Keputusan MK yang Mengancam Demokrasi
Hasto menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 Tahun 2023, yang ia anggap sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dengan manipulasi hukum.
"Ini adalah bentuk campur tangan Presiden Jokowi dan Ketua MK saat itu, Anwar Usman. Keputusan ini menjadi titik paling gelap dalam sejarah demokrasi Indonesia," tegasnya.
Hasto menambahkan bahwa Megawati Soekarnoputri sangat keras menentang keputusan tersebut karena bertentangan dengan semangat demokrasi yang diatur dalam undang-undang.
"Ketika konstitusi dilanggar melalui abuse of power, maka bisa menciptakan krisis. Ini adalah Satyam Eva Jayate ketiga—menjaga demokrasi dari manipulasi hukum," ujarnya.
4. Menentang Penyalahgunaan Bansos dalam Pemilu 2024
Hasto juga mengkritik keras penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) dalam Pemilu 2024, yang menurutnya menjadi alat politik untuk membujuk rakyat.
"Masyarakat mencatat begitu masifnya intimidasi terhadap kepala desa, aktivis, jurnalis, tokoh prodemokrasi, anggota legislatif, pengusaha, hingga kepala daerah," katanya.
Ia bahkan mengutip pernyataan Jenderal (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan pada 8 Februari 2024, yang menyebut bahwa dari Rp500 triliun dana bansos, hanya Rp250 triliun yang benar-benar sampai ke masyarakat.
Baca: Ganjar Pranowo Mempertanyakan Klaim Sawit Sebagai Aset Nasional
"Inilah penyalahgunaan keuangan negara dalam proses elektoral yang seharusnya juga menjadi perhatian. Ini adalah Satyam Eva Jayate keempat—menjaga keadilan dalam demokrasi dan menolak politik transaksional," pungkasnya.
Dalam pernyataannya, Hasto menegaskan bahwa dirinya siap menghadapi proses hukum di KPK. Namun, ia menekankan bahwa hukum tidak boleh dijadikan alat politik untuk menekan pihak tertentu.
"Saya siap menjalani seluruh konsekuensi hukum. Tapi kita tidak bisa menutup mata bahwa ini adalah bagian dari tekanan politik," ujarnya.
Hasto menilai bahwa empat sikap politik yang ia perjuangkan justru membuatnya menjadi target.
"Semua ini adalah upaya mempertahankan kebenaran. Kebenaran pasti akan menang," tegasnya.