Jakarta, Gesuri.id - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini meminta maaf atas sikap rasisme kepada sejumlah mahasiswa asal Papua yang berujung ricuh di Manokwari, Papua.
Risma yang menjabat Ketua bidang Kebudayaan PDI Perjuangan ini menyayangkan kejadian tersebut.
Baca: Edo: Tindak Ormas yang Rasis Pada Orang Papua!
"Kalau memang itu ada kesalahan di kami di Surabaya, saya mohon maaf," ujar Risma saat ditemui di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/8).
Risma menyatakan sama sekali tidak benar bila ada upaya pengusiran mahasiswa asal Papua di asrama mahasiswa di kota yang dipimpinnya itu.Tidak mungkin hal itu terjadi karena dirinya sendiri adalah semacam 'orang tua' bagi para mahasiswa asal Papua itu.
"Kalau ada anak Papua diusir di Surabaya, itu tidak betul. Kabag Humas saya dari Papua. Dia ada di bawah. Itu dari Papua. Dan beberapa camat dan pejabat saja juga dari Papua. Jadi (pengusiran) itu tidak betul," kata Risma.
Risma lantas menjelaskan duduk perkara yang disebut menjadi awal mula kerusuhan yang terjadi di Manokwari, Papua. Awalnya, kata Risma, yang terjadi kemarin adalah adanya penurunan bendera merah putih di momen perayaan HUT Kemerdekaan RI.
Dan itu terjadi di asrama mahasiswa asal Papua. Lalu ada organisasi masyarakat yang meminta Kepolisian untuk melakukan tindakan atas hal itu.
"Tapi tidak benar kalau ada pengusiran itu. Kalau itu terjadi (pengusiran), tentu pejabat saya (asal Papua) yang duluan (diusir). Tapi pejabat saya tetap bekerja. Seluruh mahasiswa asal Papua juga masih normal," kata Risma.
Dia menegaskan, dirinya sendiri diangkat oleh warga Papua sebagai 'mama papua'. Sehingga tidak mungkin terjadi pengusiran terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
"Jadi karena itu, sekali lagi saya berharap saudara-saudara saya, keluarga-keluarga saya, mama papa saya, para pendeta di Papua, sekali lagi tidak ada kejadian apapun di Surabaya," katanya.
"Dan sekali lagi, boleh dicek, selama ini kami di kegiatan apapun melibatkan mahasiswa asal Papua yang ada di Surabaya. Jadi tak ada (pengusiran) itu," tukasnya.
Kerushan di Manokwari berawal dari sejumlah warga yang menggelar aksi massa sejak senin (19/8) pagi pukul 6:30 WIT. Aksi makin memanas saat masyarakat dan mahasiswa mulai melakukan aksi baķar ban hingga tindakan anarkis lainnya.
Dikabarkan kantor DPRD Papua Barat pun menjadi sasaran amukan massa dengan cara dibakar.
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes terhadap tindakan persekusi dan rasisme yang dilakukan organisasi masyarakat (ormas) dan oknum aparat terhadap mahasiswa Papua di Malang, Surabaya, dan Semarang.
Pada peringatan Hari Kemerdekaan RI pada Sabtu lalu, 17 Agustus 2019, terjadi penggerebekan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Nomor 10, Pacar Keling, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Baca: PDI Perjuangan Papua : Jangan Terpancing Rusuh Manokwari!
Penggerebekan dilakukan oleh aparat TNI diikuti pengepungan Satpol PP dan ormas. Sebanyak 42 mahasiswa digelandang ke Kantor Polres Surabaya.
Diduga penggerebekan dipicu kesalahpahaman setelah Bendera Merah Putih milik Pemerintah Kota Surabaya jatuh di depan asrama. Sedangkan di Malang terjadi bentrokan polisi dengan mahasiswa asal Papua yang demonstrasi pada 15 Agustus 2019.