Jakarta, Gesuri.id - Gugatan Prapradilan yang diajukan Hasto Kristiyanto atas penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).
Ada sejumlah poin utama yang disampaikan Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto tentang tidak sahnya penetapan status tersangka oleh KPK.
Poin-poin itu diungkap oleh Tim Kuasa Hukum Hasto, dengan dibacakan secara bergantian oleh antara lain Ronny Talapessy, Todung Mulya Lubis, dan Maqdir Ismail di depan majelis hakim.
Pertama, penetapan status tersangka itu dilakukan tanpa pemeriksaan terhadap Hasto Kristiyanto, dimana hal ini bertentangan dengan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014.
Penjelasannya, Putusan MK tersebut menegaskan bahwa proses penetapan Tersangka dan penyidikan seseorang sampai menjadi Tersangka membutuhkan bukti permulaan, yaitu minimum dua alat bukti dan disertai dengan pemeriksaan Calon Tersangkanya.
Baca: Ganjar Tegaskan Seluruh Kader PDI Perjuangan Taat Pada Aturan
Namun di dalam perkara ini, Hasto belum pernah memberikan keterangannya atas perkara tersebut baik itu dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024.
Dengan kata lain, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka tanpa pernah memanggil dan/atau meminta keterangannya terlebih dahulu secara resmi sebagai Saksi/Calon Tersangka.
“(Hal ini) merupakan tindakan yang dilakukan sewenang-wenang dan tidak mengindahkan ketentuan KUHAP maupun Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU- XII/2014 karena melewatkan proses yang diharuskan dalam penetapan Tersangka, yakni pemeriksaan terhadap Saksi/Calon Tersangka,” ungkap Ronny.
Kedua, penetapan Hasto sebagai tersangka pada awal tahap penyidikan tidak melalui proses pengumpulan dua alat bukti permulaan yang cukup terlebih dahulu dan melewatkan tahap penyelidikan.
Penjelasannya, sesuai putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, penyidik seharusnya melakukan pengumpulan alat bukti terlebih dahulu sebelum penetapan tersangka. Sehingga tidak boleh serta merta Penyidik menemukan Tersangka, sebelum melakukan pengumpulan bukti.
“Norma Pasal 1 angka 2 KUHAP sudah tepat karena memberikan kepastian hukum yang adil kepada warga negara Indonesia ketika akan ditetapkan menjadi Tersangka oleh Penyidik, yaitu harus melalui proses atau rangkaian tindakan penyidikan dengan cara mengumpulkan bukti, bukan secara subyektif Penyidik menemukan Tersangka tanpa mengumpulkan bukti,” beber Ronny.
“Dalam perkara ini, TERMOHON (KPK, red) langsung menyatakan kedudukan PEMOHON (Hasto, red) sebagai Tersangka sesudah memberikan keputusan akan menjalankan proses penyidikan sebagaimana Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: B/722/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: B/721/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 atas nama Tersangka HASTO KRISTIYANTO (PEMOHON) dan tidak menjalankan tahap penyelidikan terlebih dahulu. Penetapan Tersangka atas diri PEMOHON ini terkesan terburu-buru dengan tidak menunggu perolehan bukti-bukti dari fase penyidikan, khususnya melalui tindakan penyitaan,” urainya.
Ketiga, penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tidak jelas karena adanya kontradiksi dan menciptakan ketidakadilan baru serta ketidakpastian hukum.
Penjelasannya. KPK mengeluarkan dua buah SPDP, yakni Nomor B/722/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 dengan sangkaan penyuapan, dan Nomor B/721/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024, dengan sangkaan penghalangan hukum.
“Kedua SPDP ini mengandung kontradiksi dan memuat pernyataan yang tidak masuk di akal dan tidak logis, patut diduga sebagai bentuk kriminalisasi. Bagaimana mungkin ketika PEMOHON (Hasto, red) bersama-sama Tersangka HARUN MASIKU dan kawan-kawan disangka memberi hadiah atau janji kepada WAHYU SETIAWAN, dan pada saat yang sama PEMOHON bersama-sama melakukan perbuatan pidana merintangi Penyidikan tindak pidana korupsi,” jelas Todung Mulya Lubis yang secara bergantian membacakan poin-poin gugatan Prapradilan.
Selain itu, dijelaskan bahwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri telah menjalani hukuman dan menjadi Terpidana. Maka kedua SPDP itu, juga telah menciptakan ketidakadilan baru dan ketidakpastian hukum terhadap para Terpidana dimaksud.
Keempat, penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK tidak didukung oleh dua alat bukti permulaan yang cukup dalam perkara yang bersangkutan dan justru mengacu pada alat bukti pada perkara lain yang sudah inkracht van gewijsde (putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap). Sehingga, penetapan tersangka tersebut tidak sah dan patut untuk dibatalkan.
“Keputusan TERMOHON (KPK, red) ini mengandung cacat hukum karena secara yuridis alat bukti dalam perkara orang lain tidak boleh dipergunakan untuk membuktikan perkara yang lain lagi dengan menerbitkan Sprindik terbaru dengan pola materi perkara yang sudah inkracht van gewijsde, dalam kurung putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap,” beber Todung.
Kelima, penerbitan surat perintah penyidikan nomor Sprin.dik/153/dik.00/01/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 atas dasar laporan pengembangan penyidikan LPP-24/dik.02.01/22/12/2024 tanggal 18 Desember 2024, dan surat perintah penyidikan nomor Sprin.dik/152/dik.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 atas dasar laporan pengembangan penyidikan LPP.23/dik.02.01/22/12/2024, tanggal 18 Desember 2024 adalah kesalahan dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi yang mengandung potensi nebis in idem.
“Atas dasar apa pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi ini dilakukan? Padahal perkara dengan Tersangka Harun Masiku yang memberikan suatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Agustiani Tio F sudah diputus dan telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN. Jkt. Pst tanggal 24 Agustus 2020 Jo. Putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus- TPK/2020/PT DKI Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1857 K/ Pid.Sus/2021,” demikian bunyi putusan tersebut.
Nah, jikalau perkembangan penyidikan itu merujuk pada putusan a quo, maka jika ditinjau dari hasil pertimbangan dan bunyi putusan tersebut sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, tidak ada sama sekali yang pernah menyangkut-pautkan tindak pidana yang terjadi dengan Hasto, dan tidak ada juga yang menunjukkan keterlibatan Hasto sebagai Pemohon.
“Tidak terlibatnya PEMOHON (Hasto, red) juga dibuktikan dari pertimbangan hukum di atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 28/Pid.Sus- TPK/2020/PN.Jkt.Pst, mempertimbangkan bahwa pemberian dana operasional tahap pertama dan kedua kepada Terdakwa Wahyu Setiawan berasal dari Harun Masiku," ungkap Todung.
Penetapan Tersangka atas Hasto oleh KPK ini dilakukan atas dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji yang perkaranya sudah diputus. Perlu dipersoalkan tentang pemeriksaan kembali atas perkara yang sudah selesai dan berkekuatan hukum tetap. Sebab Wahyu Setiawan sendiri sudah selesai menjalani masa pidananya, sedangkan Agustiani Tio F sudah berada di luar penjara.
“Apakah pihak-pihak seperti Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio F yang sudah diadili dan dijatuhkan pidana akan dimintai kembali keterangan-keterangannya sehubungan dengan perkara ini? Pemeriksaan perkara dengan objek yang sama dan materi pokok yang sama dengan perkara yang telah diputus ini tentunya akan berpotensi ne bis in idem yang dilarang dalam hukum pidana.”
Untuk diketahui, larangan atas nebis in idem bertujuan melindungi seseorang dari tuntutan dan persidangan ulang atas perkara yang sama terhadap dirinya, menghindari pemeriksaan berulang atas perkara yang dapat menimbulkan putusan yang berbeda/ disparitas dalam penjatuhan putusan, serta dalam rangka menjamin kepastian hukum bagi setiap orang dalam pemeriksaan perkara pidana;
Keenam, KPK telah melakukan penyitaan terhadap barang milik pemohon (Hasto, red) yang dilakukan secara sewenang-wenang dan melanggar KUHAP. Proses penyitaan oleh KPK terhadap barang milik pemohon tidak sesuai prosedur.
Penjelasannya, hal ini terkait peristiwa 10 Juni 2024, dimana KPK telah mengirimkan surat panggilan kepada Hasto guna didengar keterangannya sebagai saksi sebagaimana dalam Surat Panggilan: Nomor Spgl/3838/DIK.01.00/23/06/2024, tertanggal 4 Juni 2024. Proses pemeriksaan terhadap Hasto berlangsung singkat , tetapi harus menunggu selama empat jam. Selesainya pemeriksaan sebagai Saksi, kemudian baru diketahui oleh Hasto, lamanya menunggu karena ternyata disebabkan stafnya bernama Kusnadi telah diperiksa, digeledah dan barang-barang yang ada padanya telah disita oleh KPK. Padahal Kusnadi saat itu kapasitasnya tidak untuk diperiksa berdasarkan surat panggilan resmi kepada Hasto.
Sementara berdasarkan pasal 112 KUHAP, diatur bahwa dalam memanggil seseorang yang berstatus sebagai saksi/tersangka harus ada surat panggilan resmi yang menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas. Karenanya, tindakan KPK yang tanpa pemberitahuan dan surat resmi itu, sangat tidak profesional.
“Hal ini jelas telah melanggar Konstitusi asas perlindungan atas Hak Asasi Manusia Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan melanggar ketentuan Pasal 112 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 75 KUHAP.”
Ketujuh, penyitaan oleh KPK terhadap barang milik Hasto mengandung cacat formil dengan menyamar, memakai topi, memanipulasi, merampas dan memeriksa tanpa izin tidak sesuai peraturan perundang- undangan.
Penjelasannya adalah sebagai berikut. Proses penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh KPK sebagai Termohon terhadap barang milik Hasto sebagai pemohon melalui Kusnadi sebagai asisten/staf pada 10 Juni 2024, tanpa melalui proses penegakan hukum yang benar.
Dimana pada saat pemeriksaan diri Hasto sebagai Saksi, Kusnadi sebagai asisten/stafnya, sebelumnya tidak pernah dipanggil dan/atau dimintai keterangan sebagai Saksi/Tersangka tindak pidana lainnya.
Namun faktanya, pada saat Hasto diperiksa KPK, pada sekitar pukul 10.40 WIB, Kusnadi menunggu di luar halaman gedung KPK sambil duduk sendiri dan merokok, kemudian datang seseorang dengan menyamar, memakai baju putih, memakai topi, memakai masker, membohongi dan memanipulasi seolah-olah mengatakan bahwa Kusnadi dipanggil oleh “Bapak”.
Karena biasa memanggil Hasto sebagai “Bapak”, Kusnadi merasa bahwa dirinya memang dipanggil oleh Hasto. Seketika itu ia langsung merespons dengan naik ke lantai 2 gedung KPK RI menggunakan tangga, diantar oleh seseorang berbaju hitam dan memakai masker hitam. Sedangkan yang berbaju putih naik ke lantai dua menggunakan lift.
Kusnadi belakangan baru mengetahui orang yang menyebut bahwa ia seolah dipanggil Hasto, adalah Rossa Purbo Bekti. Faktanya Hasto tidak pernah memanggil Kusnadi. Dan Kusnadi langsung ditanyakan dan dimintakan keterangan di ruang pemeriksaan serta dilakukan penggeledahan dan penyitaan atas barang milik Hasto dan Kusnadi.
Penyitaan ini tidak memiliki dasar hukum karena hanya berlandaskan pada Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti Nomor : STTBB/1284/DIK.00.05/23/06/2024, tanggal 24 April 2024 yang tidak diketahui STTBB terhadap siapa, Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi Nomor: LKTPK-03/KPK/01/2020, tanggal 9 Januari 2020; Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/07/DIK.00/01/01/2020 tanggal 9 Januari 2020; Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/07B.2020/DIK.00/01/05/2023, tanggal 5 Mei 2023.
“Termohon telah melakukan perbuatan melawan hukum dan cacat formil dalam melakukan Penggeledahan dan Penyitaan sebagaimana syarat-syarat yang dicantumkan dalam KUHAP.”
Pelanggaran formil dalam penyitaan a quo, diantaranya melakukan penyitaan tanpa adanya izin penetapan pengadilan; melakukan penyitaan tanpa pemberitahuan dari Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI); melakukan penyitaan terhadap 11 barang bukti lainnya yang tidak ada hubungan dengan perkara tanpa izin penetapan pengadilan yang cacat formil tersebut.
Selain itu, Termohon dalam melakukan Penyitaan telah mengakses, menguasai milik Pemohon tanpa hak dan melawan hukum karena tidak berdasarkan prosedur penggeledahan dan penyitaan sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) KUHAP. Termohon tidak boleh menyita sebagai upaya paksa terhadap benda yang seluruh dan sebagian bukan diperoleh hasil kejahatan atau dipergunakan langsung untuk kejahatan, dibuat khusus untuk kejahatan dan mempunyai hubungan langsung dengan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP.
Termohon juga dianggap telah melanggar prosedur formil dengan tidak memberikan alasan yang cukup dasar hukum izin penyitaan dari Pengadilan dan telah menerbitkan Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti kepada PEMOHON tertanggal dengan tanggal bulan yang berbeda.
“Yaitu SURAT Tanda Penerimaan Barang Bukti Nomor STTBB/1284/DIK.00.05/23/06/2024, tanggal 24 April 2024, dilakukan Berita Acara Penggeledahan Badan/Orang tanggal 10 Juni 2024, dan Berita Acara Penyitaan oleh TERMOHON tanggal 10 Juni 2024 secara melawan hukum dan cacat formil telah melanggar ketentuan dalam UU 19/2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019, tanggal 4 Mei 2021.”
Kedelapan, barang bukti yang disita oleh Termohon tidak mempunyai hubungan langsung dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan Hasto sebagai Pemohon.
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan PDI Perjuangan Tetap Kokoh
Penjelasannya, barang-barang yang disita dari Hasto dan Kusnadi tidak mempunyai hubungan langsung dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan. Maka penyitaan telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) KUHAP.
Sesuai pasal itu, yang dapat dikenakan penyitaan adalah Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana; Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana; Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana; Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
Faktanya barang-barang milik PEMOHON (Hasto, red) dan asisten/staf PEMOHON (Kusnadi, red) tidak berkaitan dengan perkara pidana dan/atau berhubungan langsung dengan perkara a quo sehingga tidak dapat dilakukan penyitaan.
Selain itu, tindakan penyitaan terhadap barang milik Hasto dilakukan secara sewenang-wenang dengan berbagai cara-cara menyamar, memakai baju putih, memakai topi, memakai masker, membohongi dan memanipulasi Kusnadi, merupakan bentuk kesewenang-wenangan.
“Terhadap barang milik PEMOHON (Hasto, red) tersebut pada saat ini telah dijadikan alat bukti oleh TERMOHON (KPK, red) untuk menjerat PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 adalah tidak sah dan mengikat secara hukum.”
Berikut barang-barang yang disita termaksud:
1) 1 (satu) Handphone Merk Vivo 1713, IMEI1 : 865228031527352, Kapasitas : 64 GB, yang didalamnya terdapat SIMCard : XL dengan kode : 8962119763, beserta dokumen elektronik di dalamnya.
Pemilik : HASTO KRISTIYANTO;
2) 1 (satu) Iphone 11, Model : MHDH3PA/A, S/N : FFWM51RN73D, Kapasitas 128 GB. yang di dalamnya terdapat SIMCard Tri, kode : 89442 00201 98108 2095. beserta dokumen elektronik di dalamnya.
Pemilik : KUSNADI;
3) 1 (satu) Iphone 15, Model: MTP63PA/A, SN: D7C02N3F6C, kapasitas : 256 GB. yang di dalamnya terdapat SIMCARD Tri, kode: 8944200202 52200 3525, beserta dokumen elektronik di dalamnya.
Pemilik: Hasto Kristiyanto;
4) 1 (satu) buku warna hitam bertuliskan KompasTV #Teman Terpercaya;
5)1 (satu) buku warna hitam bertuliskan ERICA, E-156,
6)1 (satu) notebook warna merah putih bertuliskan PDI Perjuangan;
7)1 (satu) lembar kwitansi Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, banyaknya uang : dua ratus juta Rupiah, total Rp. 200.000.000,- untuk pembayaran operasional Pak Suryo AB, Tanggal 23 November 2023;
8)1 (satu) Buku Tabungan BRI Simpedes, No. Rekening 0230-01- 001853-53- 8, Nama: Kusnadi, Tanggal: 1 September 2020, No. Seri: 11942038;
9) 1 (satu) Kartu Eksekutif Menteng, Apartemen;
10) 1 (satu) Dompet Kartu Warna Hitam berisi :
a. 1 (satu) Buah Kartu Livelt Paris, Made In Italy.
b. 1 (satu) Kartu ATM Mandiri Debit Platinum, Nomor Kartu: 4617003757226015, Valid Thru 02/26.
c. 1 (satu) Kartu ATM BCA Paspor Blue Debit, Nomor Kartu: 537941209265, Valid Thru 03/27.
11) 1 (satu) Voice Recorder Merk Sony, ICD-TX660, kode: 1032917. Beserta Data Elektronik Di Dalamnya Milik Kusnadi.