Ende, Gesuri.id - Anggota DPRD NTT Emanuel Kolfidus minta adanya pembentukan tim gugus tugas desa akibat masih tingginya angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di NTT, untuk mengawasi, memantau, dan menyelesaikan berbagai masalah kasus kekerasan anak dan perempuan di desa.
Baca: TB Hasanuddin Pertanyakan Revisi Syarat Tinggi Badan Taruna
Desa, menurut Emanuel, merupakan usur pemerintahan yang paling dekat dengan subyek persoalan.
Demikian disampaikan Eman Kolfidus dalam wawacara bersama RRI terkait kasus kekerasan terhadap anak usia 6 tahun oleh pamannya di Desa Nangahale, Kecamaatan Talibura, Kabupaten Sikka.
Tim gugus tugas desa ini, kata Eman Kolfidus, akan menjadi penegak pertama dalam penerapan berbagai UU ataupun peraturan daerah, sebagai upaya perlindungan terhadap anak dan perempuan oleh pemerintah.
Menurutnya meskipun pemerintah secara berkala terus memperbaharui peraturan bidang perlindungan anak dan perempuan khususnya sanksi hokum, namun kekerasan terhadap anak dan perempuan masih terbilang tinggi di NTT salah satunya di Kabupaten Sikka.
Dengan adanya gugus tugas desa diharapkan bisa mencegah terjadinya ancaman ataupun tindakan kekerasan anak dan perempuan. Selain itu desalah yang saat ini memiliki dana untuk bisa membiayai berbagai programa termasuk operasional tim gugus tugas desa.
“Meskipun sebenarnya di desa sudah memiliki hukum adatnya, tetapi mestinya tetap ada suatu peraturan desa atau gugus tugas desa, yang paling pertama bergerak untuk kegiatan komunitas dan edukasi untuk meminimalisir terjadinya kasus kekerasan terhadap perempaun dan anak. Saya bisa percaya desa karena desa memiliki dana desa, pemerintah bisa membuat peraturan, ada lembaga adat disitu. Kalau lokusnya dipersempit maka akan lebih efektif,” kata Eman Kolfidus.
Lebih lanjut Eman juga kemukakan, meskipun sudah ada Dinas Perlindungan Anak Dan Perempuan disetiap kabupaten/kota namun dikomisi DPRD NTT belum ada komitmen anggaran yang kuat dan pasti untuk dinas tersebut.
Baca: Eks Jubir KPK Dampingi Putri Sambo, Trimedya: Tidak Masalah
Ketua Lembaga Peduli Kasih (LPKS) Kabupaten Ende Yohana Afra Babo Raki kemukakan, masih terjadinya kekerasan anak karena kurangnya sosialisasi berbagai produk hukum yang sudah diterbitkan.
“Banyak masyarakat kita bahkan orang tua sendiri yang kami Tanya tidak pernah membaca UU tentang perlindungan anak. Sebagian besar menganggap pemukulan atau kekerasan fisik itu masih merupakan bagian dari pembinaan atau mendidik anak. Ini yang kurang disosialisasikan. Menjadi kelemahan kami juga para pegiat social anak dan perempuan. Keterbatasan SDM dan anggaran menjadi belum maksimal dalam edukasi dan advokasi,” ungkap Afra Babo Raki.
Kepada masyarakat Afra mengaharapkan untuk membantu mengawasi dan memantau dilingkunganya masing-masing dan jika menemukan adanya kekerasan untuk segera melapor ke pihak berwajib.
Kontributor: yogen sogen.